Bab 66 - Farewell

509 93 10
                                        

Kemarin, jam setengah 5 pagi Risa membuka mata, mendapati dirinya terbaring di atas kasur busa kempes. Ya, ia telah kembali ke rumahnya di Cilebut. Kembali ke kamar kecil dan lembap, tanpa AC, dengan atap bocor yang hampir busuk.

"Duh, besok harus panggil tukang," Risa mengetuk kepalanya sendiri, berharap pikirannya masih ada ruang kosong untuk menyimpan ingatan itu.

Belakangan ini otaknya penuh. Semua yang terjadi seminggu belakangan ini berjejalan minta diingat. Culture trip alias kencan seminggu bersama Hara. Aksa yang masuk rumah sakit.

Lalu dipecat Erica.

Luar biasa. Risa bahkan belum lulus SMA, tapi sudah pernah dipecat. Bagian ini adalah yang paling membuatnya stres sampai demam tinggi selama tiga hari.

***

Risa ingat siang itu Risa pulang sekolah diantar Hara. Setelah menurunkan Risa, Hara lanjut ke rumah sakit menunggui Aksa yang belum kunjung sadar. Di sanalah Erica Dhana menunggunya. Duduk di sofa, tidak melakukan apa-apa kecuali memandangi Risa yang baru muncul di pintu. Pandangan sang nyonya rumah tajam dibalut kebencian.

Kepala Risa layu menunduk. Ia gemetar sekujur tubuh. Di ruangan itu hanya ada mereka berdua. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya dari terkaman sang nyonya rumah.

"Kamu ini, benar-benar menjijikkan. Kecil-kecil sudah bertingkah seperti pelacur," desis Erica memulai pembantaiannya.

Kata pelacur membuat mental Risa ambruk. Seketika air matanya mengucur membasahi wajah, lalu menetes ke lantai. Banyak sekali bercak air di dekat kakinya. Risa tak pernah menangis di hadapan orang lain sebanyak ini.

Erica tahu Risa menangis, tapi tak ada niatan wanita itu untuk menekan rem. Justru ia terus menghajar Risa dengan kata-kata yang lebih menyakitkan.

"Suami saya pungut kamu dari rumahmu yang kumuh itu. Saya percayakan Aksa pada kamu karena Aksa minta sendiri. Lalu, saat Aksa bilang kalian pacaran, saya anggap kamu seperti anak sendiri. Saya belikan baju, oleh-oleh setiap pulang dari luar negeri, ajak nyalon, dan saya puji-puji di depan semua orang. Saya cuma minta satu hal: JAGA AKSA!"

Risa terperanjat mendengar Erica meraung.

"Tapi apa yang kamu lakukan sebagai balasannya? Kamu pacari anak saya satunya lagi! KAMU ITU MALING ATAU APA SIH? Keluar kamu! Jangan pernah kemari lagi! Jangan dekati anak-anak saya lagi!

* * *

"Nak, sekolah? Nggak usahlah. Demamnya kan baru turun semalam. Nggak tega Ibu kalau kamu harus desak-desakan di kereta." Ibu Risa cemas menghampiri Risa di dapur. Ditempelkannya punggung tangan wanita itu ke jidat Risa untuk menakar suhu tubuh Risa.

"Nggak apa-apa, Bu. Hari ini hari terakhir bimbingan, Risa harus ngumpulin tugas terakhir ke Kak Hara sekalian mau ngasih bento ini untuk ucapan terima kasih."

Mendengar nama Hara disebut, wajah ibunya semakin pucat. Trauma ibunya terhadap keluarga Dhana sama besarnya dengan yang Risa rasakan. "Harus ... ketemu Hara?"

Awalnya, Risa berniat untuk menyembunyikan perkaranya dengan Erica dari ibunya. Risa hanya akan bilang kalau tenaganya sudah tidak dibutuhkan lagi oleh keluarga Dhana dan mereka harus pindah. Namun, apa dikata. Tumben siang itu ibunya sudah di rumah. Biasanya ibunya baru pulang di atas jam 7 malam. Ibunya bilang dia punya firasat kalau dia harus pulang. Benar saja, wanita itu mendapati anak perempuannya pulang dalam isak tangis.

"Cuma ngasih ini sama ngumpul tugas aja kok, Bu. Abis itu Risa akan jaga jarak dari Kak Hara dan Kak Aksa." Risa mengusap punggung ibunya untuk menenangkan kemudian lanjut membungkus nasi kepal isi salmon buatannya dengan nori (rumput laut kering).

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang