Bab 24 - Organik

578 95 6
                                    

Pertandingan Hara berlangsung di sebuah stadion indoor di daerah Blok M. Belum tiba di lokasi, jalanan sudah padat merayap menuju tempat itu. Takut terlambat, Aksa meminta supir mereka, Pak Abdi, untuk menurunkan mereka di depan sebuah mall dan mereka lanjut berjalan kaki.

Jarak antara mall dengan lokasi pertandingan sama sekali tidak jauh. Namun Risa harus menyesuaikan kecepatannya dengan langkah Aksa yang lebih lambat. Sesekali Aksa berjalan terhuyung atau malah berhenti melangkah. Hal itu membuat Risa cemas. "Kak Aksa nggak apa-apa?" tanya Risa untuk yang ke sekian kalinya.

Dan lagi-lagi Aksa hanya menjawab dengan senyuman dan gelengan kepala.

"Uwaaa... Rame banget ya..." komentar Risa begitu mereka memasuki lokasi pertandingan. Supporter, pedagang, panita, berseliweran tanpa henti di depan mereka. 

"Ini belum ada apa-apanya. Baru perempat final. Tunggu nanti final," Aksa memberitahu. Dengan sabar ia menggulung lengan jaket Risa agar tangan Risa muncul ke permukaan. 

Tiba-tiba Risa mendengar suara familiar menyebut nama Hara. Benar saja. Gerombolan Secha, Adeline, Tara dan Christie sedang berjalan menuju arah mereka.

"Kak, psst! Itu anak-anak Litarda! Ngumpet dulu bentar!" Risa menarik tangan Aksa dan mengajaknya bersembunyi di samping mesin minuman otomatis. 

"Kenapa kita mesti ngumpet? Kan udah pake jaket sama topi," tanya Aksa bingung.

"Itu temen-temen sekelasku. Mereka pasti bisa ngenalin badanku yang kecil ini," jawab Risa sambil mengintip untuk memastikan Secha dan yang lainnya pergi.

"Paling dikira anak SD," ledek Aksa disertai sebuah cengiran. 

Duh, untung Aksa baik. Kalau ini Hara, udah gue tendang selangkangannya.

"Udah aman." 

Risa dan Aksa keluar dari persembunyian. Mereka masuk ke tribun setelah memindai tiket yang Aksa beli secara online di tengah-tengah perjalanan mereka dari rumah. Mereka sengaja memilih tribun bagian tengah yang netral agar jauh dari pandangan mata anak-anak Litarda.

"Nonton langsung seru juga ya," gumam Risa tak sabar menanti pertandingan mulai.

"Kamu belum pernah nonton pertandingan langsung kayak gini?" Aksa bertanya. Mukanya kaget. Mungkin dia pikir ini hal yang pasti pernah dilakukan semua anak sekolah.

"Soalnya kalau di sekolahku yang dulu, biasanya ujung-ujungnya tawuran. Jadi ibuku nggak ngijinin aku nonton. Ngomong-ngomong, di sini nggak bakal tawuran kan?" Risa celingukan mencoba memantau situasi. Jujur, dia agak khawatir soal itu. Ditambah dia harus menjaga Aksa juga.

Aksa menyembur tertawa. "Anak Litarda? Sama panas aja mereka takut. Apalagi disuruh tawuran."

Melihat wajah Risa yang tak kunjung santai, Aksa berkata lagi, "Kalau pun beneran tawuran, nggak perlu nunggu 5 menit sampai Polisi dateng. Kamu lihat anak yang topi biru?"

Risa mengikuti arah jari Aksa menunjuk. Cowok bertopi biru itu mengenakan seragam tim Litarda dan sekarang sedang melakukan gerakan pemanasan kecil di dekat bangku pemain. 

"Namanya Saga. Dia anaknya KAPOLRI. Jadi tenang aja."

Tak lama kemudian, bangku supporter Litarda menggila ketika Hara dan anggota tim lainnya muncul menyusul Saga. Hara menenteng ransel berwarna hitam di tangan kiri dan jaket timnya di tangan kanan. Ia duduk di bangku membenahi tali sepatu sedangkan teman-teman timnya sudah masuk lebih dulu ke dalam lapangan. 

Saat Risa asyik memperhatikan Hara, Aksa menyenggol lengannya. "Kamu mau?" tanya Aksa pada Risa ketika seorang pedagang minuman menghampiri. 

Risa menjulurkan leher untuk melihat apa yang ada di sana. Hanya minuman bersoda. Tidak bagus untuk kesehatan Aksa. Risa menyesal tidak sempat menyiapkan bekal. Harusnya ia tahu pilihan makan Aksa di luar pasti terbatas.

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang