"APA-APAAN KAMU, HARA! JANGAN MENTANG-MENTANG KAMU KETUA OSIS DAN DEKAT DENGAN KEPALA SEKOLAH, JADI KAMU BISA SEENAKNYA!"
Hara sekokoh karang ketika Mr. Satya, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, meneriakinya di ruangannya karena Hara memajang Tita dan kawan-kawannya di halaman sekolah.
"Apa kata orang soal Litarda nanti kalau kasus ini sampai menyebar ke luar? Mereka akan bilang Litarda sekolah yang bermasalah! Lalu orang-orang tua jadi takut menyekolahkan anaknya ke Litarda! 15 TAHUN SAYA MEMBANGUN NAMA BAIK LITARDA SAMPAI SEBESAR SEKARANG! SEJAK SAYA JADI STAFF HUMAS! TAPI LIHAT KELAKUANMU—"
"Apa nama baik yang Anda bangun bisa menciptakan rasa aman untuk Risa bersekolah di sini?" Hara masih mencoba untuk menahan volume suaranya. Ia ingat petuah ayahnya: 'Orang bodoh jangan dilawan. Nanti kita ikut terlihat bodoh.'
"Itu kan cuma satu kasus! Lagipula saya sudah nggak setuju buat program beasiswa itu! Mereka berasal dari lingkungan yang berbeda!—"
"RISA ITU HABIS DILECEHKAN! DIA TRAUMA! DAN ANDA MALAH NGOMONGIN SOAL CITRA SEKOLAH! SEHAT NGGAK SIH?" Hara tak tahan lagi. Membayangkan apa yang harus dilalui Risa, rasanya tidak adil jika pihak sekolah justru balik menyalahkan gadis itu hanya karena berada di sini.
"BOCAH SIALAN!"
Tangan pria itu sudah terangkat, siap meninju Hara kalau saja tidak ada suara lain yang bergabung dengan mereka.
"Yuk pukul. Kamera udah siap."
Mr. Lee, Kepala Sekolah mereka, berdiri di dekat pintu mengangkat ponselnya, siap merekam apa yang akan Mr. Satya lakukan pada Hara. Sekejap Mr. Satya menurunkan tangan dan kepalanya tertunduk menahan malu.
"Sekarang mudah ya membuat hancur nama orang lain? Kamera di mana-mana. Dan kamera tidak mungkin berbohong. Yang mungkin adalah mempermainkan persepsi yang menontonnya."
Mr. Lee melangkah masuk, kemudian mengambil posisi di antara Mr. Satya dan Hara.
"Mr. Satya, mobil mini cooper yang di parkiran itu punyamu?"
Mr. Satya mengangguk.
"Keren banget lho. Baru?"
Kening Hara menekuk keras. Bisa-bisanya pria ini membahas mobil mewah di tengah-tengah pertikaian mereka yang serius.
"I-iya, Pak."
Mr. Lee terkekeh, padahal tidak ada yang lucu. Semakin membuat Hara jengkel.
"Kok kebetulan ya? Ayahnya Denada petinggi distributor mobil tersebut. Lalu, kamu punya mobil baru."
Mr. Satya mengangkat wajahnya tiba-tiba dan menggeleng cepat. "Nggak, Pak. Saya nggak kenal dengan ayahnya Denada. Saya memang sudah inden mobil itu sejak bulan lalu."
"Oh gitu? Wah, maaf ya. Saya cuma nebak sih." Mr. Lee kemudian merogoh saku jasnya dan mengeluarkan selembar kertas. "Kalau ini? Pasti kamu dong yang bikin."
Mata Mr. Satya membesar menyaksikan kertas apa itu. Tapi sebelum dia bisa merampasnya, Mr. Lee segera mengoper kertas itu pada Hara. "Bajingan—!" desis Hara setelah membaca kertas apa itu. Itu adalah draft rilis berita mengenai kejadian Risa.
Dalam draft tersebut, pihak Litarda berencana memberi pernyataan yang sangat menyudutkan Risa. Mulai dari membahas latar belakang Risa yang diasuh ibu tunggal hingga ketidaksiapan Risa memasuki lingkungan elit dan terpelajar di Litarda. Kejadian memanjat tembok di hari pertamanya disebut sebagai budaya yang Risa bawa dari sekolah lamanya. Risa digambarkan sebagai murid beasiswa yang bermasalah dan mengarang skenario pelecehan itu untuk mendapat popularitas di Litarda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Fiksi Remaja[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...