"Gue ada latihan pagi-pagi banget. Lo berangkat sama Risa diantar Pak Husni ya," pesan Hara saat mengetuk kamar Aksa jam setengah 6 pagi. Hara bohong. Tidak ada latihan sama sekali. Dia hanya tak sanggup satu mobil dengan mereka berdua.
Jam 6 Hara sudah tiba di sekolah. Tak tahu harus melakukan apa, Hara akhirnya mengurung diri di ruangannya mencoba menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik.
Kemudian kegaduhan itu muncul siang harinya.
"Har, lo pacaran sama Saskia?" Reo menyerbu ruang kerja Hara.
Hara menutup laptopnya sebelum balas bertanya. "Kata siapa?"
Kemudian Reo menunjukkan foto ciuman Hara dan Saskia lewat layar ponsel. "Satu Litarda geger."
Hara mengabaikan Reo dan berjalan keluar ruangan mencari Saskia. Langkahnya cepat dan berang. Ia kira Saskia akan menurut untuk tidak menyebarkan soal ciuman mereka. Tapi Saskia adalah Saskia. Kalau ada yang bisa Saskia pamerkan ke semua orang, itu adalah Hara. Beruntung ada Reo, satu-satunya orang di Litarda yang tidak ragu untuk melontarkan kata apa pun di depan wajah Hara. Kalau tidak, Hara tidak akan tahu gosip itu.
Setelah bertanya pada 3 orang, Hara menemukan Saskia di kantin. Ia duduk di meja nomor 4, dikelilingi oleh teman-temannya. Mereka cekikikan, tampak membicarakan sesuatu yang penting.
"Gue perlu ngomong sama lo."
Seketika mereka jadi pusat perhatian seisi kantin. Teman-teman Saskia berusaha menyembunyikan senyum, terlalu senang karena gosip hubungan mereka tampaknya bukan sebuah isapan jempol.
"Ngomong apa sih? Di sini aja," pinta Saskia sengaja membuat suaranya terdengar manja. Lalu kantin itu mulai riuh menggoda mereka.
"Ikut gue, sekarang."
Hara menyambar tangan Saskia dan menariknya menjauh dari keramaian. Di samping kantin, dekat tumpukan kardus minuman akhirnya Hara bisa bicara empat mata dengan gadis itu tanpa diganggu siapa pun.
"Lo bener-bener nggak bisa dikasih tau ya? Apa-apaan nyebarin gosip kalau kita pacaran?"
Saskia memutar kedua matanya. "Hara sayang, gue nggak nyebarin apa-apa. Walaupun gue pengen banget seisi dunia tahu kita ciuman kemarin, tapi gue ngehargain permintaan lo buat nggak bocor soal itu."
"Trus dari mana foto itu?"
"Gue berani sumpah, gue nggak tau ada anak kelas gue di belakang mobil gue."
Hara memejamkan matanya dalam-dalam. Tanpa ia sadari semuanya malah semakin kusut. Seperti helai benang yang terurai dari gulungannya lalu membelit satu sama lain.
"Hara ..."
Saskia meraih tangan Hara. Hara berusaha menghindar tapi Saskia tak mau melepaskannya.
"Berhenti mengejar apa yang nggak bisa lo dapetin."
"Maksud lo?"
"Risa dan Aksa udah pacaran. Accept it." Saskia membimbing tangan Hara menyentuh pipinya. "And accept me. Gue yang selalu ada buat lo. Gue yang rela ngelakuin apa pun buat lo. Gue yang bener-bener sayang sama lo."
Hara tertegun. Sebelum otaknya selesai mencoba mencerna ucapan Saskia, gadis itu sudah mendongak dan mencium bibir Hara. Ia tak berkutik. Mungkin Saskia benar. Bagaimana kalau Risa bukan untuknya, melainkan Saskia? Hara bahkan tak pernah memberi Saskia kesempatan.
***
Tiga kali Risa batal mengetuk pintu ruangan Hara. Semenjak kejadian kemarin, Risa belum bicara lagi dengan kakak bimbingannya. Risa hanya melihat Hara dari kejauhan. Nampaknya Hara lebih murung dari biasanya. Apa Hara sakit karena kehujanan kemarin?
"Mau masuk?" Reo yang kebetulan lewat menegur Risa.
"Eh, ng--"
Terlambat. Cowok itu sudah membukakan pintu ruangan Hara untuk Risa. Dari dalam ruangan, Hara berhenti mengetik dan menoleh ke arah mereka.
"Ada Risa nih." Reo menyerahkan Risa pada Hara lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Tidak ada sapaan atau ejekan. Hara kembali pada laptopnya, seakan Risa tak nampak di mata Hara sama sekali. Hal itu membuat Risa sedih.
"Kak Hara ..." Risa mencoba memanggil.
"Ya?" sahut Hara sekenanya tanpa beralih dari benda itu.
"Ini ... Essay gue tentang sustainable environment udah selesai ..." Risa menyodorkan laptopnya untuk Hara baca.
Sedikit terlihat terpaksa, Hara pun akhirnya mengangkat wajah dan melihat apa yang sudah Risa kerjakan. Tak sampai 2 detik, Hara mengembalikan laptop Risa. "Oke."
"Oke? Tapi ... gue ngerjainnya asal-asalan ..."
Biasanya 15 menit pun tak cukup bagi Hara untuk mengecek tugas Risa. Hara begitu teliti. Ia bahkan bisa mengomeli Risa untuk sebuah kesalahan kecil pada tanda baca.
"Trus gimana? Mau gue omelin? Kalau gue omelin, ntar Aksa marah. Kalau Aksa marah, nyokap gue juga marah. Males gue."
Risa membisu. Sikap Hara siang itu benar-benar membingungkan. Jujur, Risa tak tahu lagi bagaimana harus menghadapi Hara. Entah kenapa Risa seperti tak mengenal laki-laki di hadapannya.
"Makasih, Kak."
Hanya itu yang terucap dari bibir Risa. Ia berusaha menahan emosi, tapi suaranya terlanjur bergetar.
Risa mengambil laptopnya dan bersiap pergi dari sana saat Hara memanggil namanya kembali.
"Paspor dan visa lo buat culture trip." Hara meletakkan sebuah buku kecil berwarna hijau di atas meja.
Risa mengambil dan menyelipkannya ke saku jaket. Kemudian ia teringat sebuah pertanyaan yang sudah ia susun dari tadi. Namun tak kunjung berani Risa sampaikan.
"Kak, gue mau nanya sesuatu, tapi jangan marah ya."
"Apa?" Nada suara Hara masih sama dinginnya.
"Kak Hara dan Kak Saskia beneran pacaran?"
Pertanyaan Risa berhasil mendapat perhatian penuh dari Hara. "Kenapa memangnya?"
"Semua orang nanya ke gue soalnya. Jadi gue bingung harus jawab apa." Risa membela diri sebelum kena marah.
"Oh, jadi bukan karena lo penasaran?" Hara tidak terlihat marah sama sekali. Cuma jakunnya sedikit berkedut. Lagi-lagi layar laptop menjadi tempat Hara membuang pandangannya. "Bilang aja iya."
"Oh oke, Kak."
Risa mengangguk paham dan mencamkan jawaban Hara baik-baik di dalam benaknya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Dla nastolatków[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...