Siang itu cukup panas. Batu es di minuman es kelapa muda Hara sudah mencair dalam waktu kurang dari 30 menit. Bahkan AC yang sudah di-set dengan suhu terendah pun tidak mampu mendinginkan kepala Hara. Di tengah hawa panas ini, Hara membiarkan tangannya menggoreskan pensil dengan asal di atas selembar halaman buku catatan kosong. Sedangkan pikirannya berkelana jauh, teringat bekal dari Risa yang tak sempat menyentuh lidahnya. Memangnya seenak itu? Sampai Aksa yang biasanya malas makan melahapnya.
"Kak Hara..."
Sapaan lembut dari suara Risa menyadarkan Hara kalau ia tidak sendiri di ruang kerjanya. Benar. Hari ini adalah jadwal bimbingan Risa.
"Kenapa?" tanya Hara sengaja membuat wajahnya terlihat kaku. Terlalu ramah dengan anak itu bisa menyebabkan Hara kehilangan wibawanya.
Jari Risa bergerak perlahan menunjuk ke arah buku catatan yang ada di tangan Hara. "Lo lagi gambar gue, Kak?"
EH?
Hara tercengang menyaksikan hasil goresan pensilnya. Ia berani sumpah tadi ia hanya asal corat-coret. Kenapa ia malah merekam apa yang ada di depan matanya selama 15 menit? Risa yang sedang menunduk mengerjakan tugas, lengkap dengan gelang tali di pergelangan tangannya sampai kotak pensil bergambar Totoro di samping tumpukan buku.
"Ng-nggak kok! Ge-er banget sih," sangkal Hara yang langsung menyingkirkan buku itu ke dalam laci meja.
Mata Risa memicing. Gadis itu menyunggingkan sebuah senyum jahil. "Gambar Kak Saskia ya?"
Hara tak menjawab, malah membuang muka.
"Ciee, Kak Hara sama Kak Saskia~" Risa bersenandung, menuliskan nama hara dan saskia di punggung tangan Hara lengkap dengan gambar hati di tengahnya.
"Apaan sih—" Hara yang baru sadar apa yang Risa tulis di sana, langsung menyingkirkan tangan Risa dan mencoba menggosoknya. Tidak mempan. Tulisan norak itu masih menempel lekat di punggung tangan Hara. "Hapus nih! Tanggung jawab!" Hara panik.
"Iya, iya. Santai dong," balas Risa sambil terus menggosok tulisan itu. Sudah hampir semenit Risa menggosoknya. Punggung tangan Hara sampai panas, tapi tulisan itu pudar pun tidak. "Duh... Pulpen gue paten juga nih tintanya..."
Ludah di mulut Risa tergelincir masuk ke kerongkongan saat sadar Hara sudah mengancam dirinya dengan kedua matanya.
"Bentar, Kak! Sabar! Gue cariin tissue basah atau make up remover—"
"Nggak usah." Hara menahan Risa yang sudah bangkit dari duduknya dan bersiap pergi. Kejadian tempo lalu membuat Hara was-was membiarkan anak itu berkeliaran sendirian setelah jam sekolah.
"Oke..." Setengah ragu, Risa pun kembali duduk. "Itu tulisannya ditato permanen aja, Kak! Aduh—"
Hara mendorong jidat Risa dengan pantat pensilnya. "Anak kecil, banyak omong banget ya."
"Anak kecil? Kita kan cuma beda setahun!" protes Risa.
Seperti tiap kali Risa cemberut, sekarang pun pipinya menggembung. Hara tidak tahan lagi. Sedetik kemudian, ia mendapati pantat pensilnya terjulur menusuk pipi kanan Risa. "Ini isinya apa sih? Helium?"
Cemberut Risa tambah parah. Ia membanting buku tugasnya dengan keras di atas meja. "Maksud lo apa? Gue gendut?" Kemudian tanpa pamit, gadis itu meraih ranselnya dan pergi dari hadapan Hara.
Berani-beraninya dia cabut gitu aja!
Satu-dua detik Hara menunggu, berharap Risa cuma berakting kesal dan segera kembali. Tapi pintu ruang kerja Hara tidak kunjung terbuka lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Teen Fiction[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...