Di hari ketiga rombongan Litarda diterima berkunjung oleh perwakilan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) yang berkuliah di Universitas Tokyo untuk tur singkat di kampus itu dan berbincang singkat soal berbagai jurusan serta peluang masuk ke Universitas Tokyo. Sepanjang kunjungan, Risa tak bisa melepaskan pengamatannya dari Hara. Laki-laki itu fokus mendengarkan penjelasan yang diberikan dan banyak bertanya soal kampus itu. Hara juga sempat berdiskusi empat mata dengan salah seorang perwakilan PPI.
"Apa itu?" Risa melirik selembar catatan Hara saat mereka berjalan menuju bus.
"Hmm? Oh ini?" Hara menyadari arah mata Risa. "Daftar profesor yang bisa gue approach di Urban Engineering."
"Kak Hara mau kuliah di sini?"
Hara mengangguk singkat. "Tokyo University adalah salah satu kampus inceran gue."
Risa memutuskan tidak bertanya lagi. Dari seisi rombongan, cuma Risa yang ciut nyalinya hingga tidak bersuara sama sekali. Risa tahu Universitas Tokyo adalah salah satu kampus terbaik di dunia. Tak sekali pun ia berani menaruh mimpi untuk masuk ke kampus itu. Dia sadar kapasitas otaknya.
"Lo nggak tertarik masuk sini?" Hara menyeruak kebisuan Risa.
Risa memberikan Hara sebuah cengiran canggung diikuti tawa kering yang sebenarnya ia tujukan untuk dirinya sendiri. "Duit dari mana? Otak dari mana?"
Langkah Hara tiba-tiba berhenti, wajahnya jengkel. "Kalau gue bisa bikin lo keterima di kampus ini gimana?"
"Nggak usah repot-repot," Risa melengos meninggalkan Hara. Lagi-lagi cowok itu dan omongan gilanya.
Derap langkah Hara terdengar mencoba mengejar Risa. "Gue serius. Kalau gue bisa bikin lo keterima, kita tinggal bareng di Tokyo. Deal?"
Mata Risa membelalak maksimal mendengarkan apa yang baru saja keluar dari mulut Hara. Cowok itu sudah di ambang kewarasan. "Kak, kita bukan kebo. Kata Ibu, cewek dan cowok nggak boleh tinggal bareng kalau belum nikah. Gimana sih?"
"Ya udah, nikah dulu. Terserah lo aja."
Risa cepat-cepat menyumpal mulut Hara dengan telapak tangannya. "Gila lo ya? Kalau orang lain denger gimana?" Kemudian Risa mengeluarkan selembar plester luka dari dalam dompetnya dan menyegel bibir Hara dengan plester itu sebagai ganti tangannya.
"Udah semua kan?" Reo menghitung jumlah kepala di dalam bus sebelum beranjak dari Universitas Tokyo menuju tujuan selanjutnya, yaitu Kuil Meiji. Matanya berhenti pada Hara. Keningnya mengerut. "Kenapa dah mulut lo diplester?"
Seorang cewek kelas sebelas bernama Nuri menyeletuk, "Digigit Saskia!" Ia bersama tiga cewek di dekatnya lanjut cekikikan.
Kesal, Hara melepas kasar plester itu dan membuangnya ke tempat sampah.
"Ayo, guys. Cek temen sebangku kalian. Udah lengkap belum?"
Cekikikan cewek-cewek itu terhenti, menyadari kalau mereka tidak lengkap. "Saskia belum ada nih," Nuri melapor.
Risa tersentak mendengar nama Saskia disebut. Dia baru sadar suara cempreng dan manja Saskia tidak terdengar sama sekali. Terakhir Risa melihat Saskia turun dari bus mengoceh soal angin kencang yang merusak tatanan rambutnya.
"Ehmm ... Saskia tadi ada keperluan mendadak. Dia harus ngejar pesawat pulang ke Indonesia."
Entah kenapa Risa merasa penjelasan Reo barusan ditolak separuh peserta rombongan. Mungkin karena Saskia bukanlah seseorang yang menghilang tanpa pamit. Bahkan kalau terjadi sesuatu, paling tidak dia akan memastikan kalau seisi rombongan tahu dia akan meninggalkan mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/198782895-288-k206858.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Teen Fiction[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...