Semua pandangan penasaran yang mengintai mereka di tempat parkir membuat Risa stres. Sudah hampir semenit mobil berhasil terparkir dengan rapi, Risa tak kunjung keluar mobil. Karena Risa masih tak bergeming, Hara pun melakukan hal yang sama.
"Mau sampai tahun depan diem di sini?" Hara menyindir Risa.
"Kak, gue takut..." ucap Risa dengan wajah meringis.
"Nanti mereka juga tahu pasti tahu. Apa bedanya?"
"Ya beda! Soalnya—Kak! Kak Hara!"
Bunyi ceklek menyadarkan Risa kalau Hara sudah membuka pintu mobil dan keluar sendiri. Tak lama kemudian Hara muncul di samping pintu Risa dan membuka pintu itu untuk Risa. "Ayo, turun. Gue nggak punya banyak waktu."
Mata tajam Hara serasa melucuti nyali Risa. Daripada kena marah lagi, mau tak mau Risa pun bergegas keluar. Risa menunduk menyembunyikan wajah, sadar beberapa lensa kamera ponsel terarah ke arah mereka.
"Ngapain nunduk sih? Lo kan adik bimbingan gue. Mereka tahu kita sering ketemu."
Iya juga. Sebagai adik bimbingan Hara, tidak aneh kalau mereka muncul berdua. Banyak yang sudah sering melihat Hara muncul di kelas Risa untuk mencarinya.
"Eh, Risa sekarang ke sekolah bareng Hara? Enak banget sih. Aku juga mau jadi adik bimbingan Hara."
Suara asing berbisik di dekat mereka membuat Risa menghentikan langkah. Saat ia mengangkat wajahnya, Hara sudah berjalan menghampiri mereka. Kedua cewek yang berbisik tadi panik bukan main, tapi tahu tak bisa melarikan diri karena tatapan Hara sudah menawan mereka.
"Kenapa? Ada masalah?" Hara bertanya. Wajahnya tidak ramah sama sekali.
Dua cewek itu menggeleng.
"Mau nebeng juga di mobil gue?" tanya Hara lagi. Hara berjalan menuju gerombolan bisik-bisik lainnya menanyakan hal serupa. "Kalian juga mau nebeng?" Ia berpindah lagi. "Kalian juga?" Kali ini Hara sengaja membuat suaranya lantang agar semua orang di lapangan parkir itu bisa mendengarnya. "APA GUE HARUS NAIK BUS BIAR BISA NGANGKUT KALIAN SEMUA?"
Satu per satu dari mereka segera melarikan diri, hingga tersisa Hara dan Risa berdua. Hara membalik tubuh, menghadap Risa sekali lagi. "Lihat kan? Udah gue bilang, selama lo ada di samping gue, nggak akan ada yang berani gangguin lo. Ayo."
Risa nyengir dengan paksaan. Ya iyalah mereka tidak akan berani mengganggu Risa kalau Hara meneror mereka semua seperti itu. "Kak! Tunggu!"
"Apa lagi?" tanya Hara jengkel langkahnya berhenti lagi gara-gara Risa.
Risa berjalan sambil mengeluarkan satu kotak bekal dari dalam tas tenteng kecil yang ia bawa. Kotak itu terbungkus kain kotak-kotak biru muda-putih dengan hiasan buah beri kecil pada ikatannya. "Buat makan siang Kak Hara."
Hara menerima kotak itu dengan pandangan bertanya-tanya.
"Kak Hara kan sibuk banget, sering skip makan siang. Trus kalau udah pulang sekolah, kantin tutup. Makannya ngawur deh pasti. Jadi sekalian aja aku bikinin bekal."
"Pantes lama lo siap-siap." Tidak ada ucapan terima kasih. Hanya ucapan ketus itu yang Risa terima.
"Pengen gue sambit palanya pake sepatu!" Risa komat-kamit mengutuki Hara.
* * *
"Ini apa?"
Hara mengernyit melihat siang itu Risa menjejerkan lima gelas minuman berjejer di atas meja makan.
"Boba milk tea," jawab Risa dengan cengiran lebar. Tadi pesen lewat aplikasi."
"Buat apa beli banyak-banyak boba?"
"Lima doang. Karena kata Kak Aksa, satu dari lima kesempatan Kak Hara minum yang manis-manis, Kak Hara bisa kena sugar rush."
Muka Hara langsung sengit mendengar Risa mengungkit-ungkit lagi soal sugar rush-nya waktu itu. Di sisi lain, Risa tak bisa menahan tawa kalau ingat kelakuan Hara saat terkena sugar rush. Benar-benar seperti anak kecil hiperaktif. Lucu sekali.
"Nggak, Kak. Ini buat lo, Bi Atun, Pak Husni, sama Kak Aksa. Khusus Kak Aksa, aku pesenin brown sugar fresh milk tanpa boba. Aman."
"Satu lagi buat Snowy?" Hara berhasil membalas kekesalannya.
"Buat gue! Anjing lo itu makanannya udah lebih mahal daripada makanan gue! Ngapain gue beliin dia boba juga!"
Hara melewati belakang punggung Risa, menuju lemari sepatu di dekat pintu keluar. "Punya uang tambahan itu ditabung. Jangan dijajanin mulu."
"Eits!" Risa mengangkat jari telunjuk, mengisyaratkan Hara untuk tidak berkomentar dulu. "Ini buy 1 get 1 plus diskon dari poin aplikasi. Jadi total harga satu boba cuma 5 ribu. Hebat kan gue?"
Hara mendengus. "Serah lu deh," ucap Hara kembali dari rak sepatu menenteng sebuah sepatu berwarna biru.
"Kak Hara mau latihan?"
Kepala Hara menggeleng sembari tangannya perlahan memutar sepatu itu di depan matanya. "Ada pertandingan futsal."
"Ih! Katanya janji mau ngajarin gue ngerjain PR Fisika!" protes Risa.
Hara melotot dan berdecak kesal. "Nanti malem kan bisa! Gue mau tanding ini!" Ia mengangkat sepatu yang ia ambil tadi lebih tinggi agar Risa bisa melihat lebih jelas urgensinya.
"Biar aku aja yang ngajarin." Aksa muncul dari tangga membawa laptop dan langsung duduk di samping Risa. "Oke, Risa?"
Risa terdiam sejenak, menimbang dua hal di kepalanya. "Atau gue nonton pertandingan lo."
Bulu kuduk Risa langsung berdiri saat Hara menoleh dan melemparkan tatapan membunuh pada Risa. "Nggak." Hara lebih terdengar seperti mengancam daripada melarang.
"Udah, udah. Kamu bikin PR aja sama aku," bujuk Aksa.
Risa duduk mengamati Hara dalam diam sampai Hara menghilang ke arah pintu utama dan suara mobilnya mengindikasikan kalau Hara sudah benar-benar pergi. "Dia kenapa sih?" tanya Risa pada Aksa yang sedang membaca soal tugas Fisika Risa dengan seksama.
"Dia nggak suka kalau ada orang rumah yang nonton pertandingannya," jawab Aksa tanpa mengalihkan pandangan dari kertas soal.
"Tapi kan gue bukan orang rumah."
Sebelah alis Aksa terangkat. "Yakin? Aku malah ngira bentar lagi kamu masuk kartu keluarga kita."
Risa tertawa mendengar asumsi Aksa. "Tulisannya apa? Binatang peliharaan, bareng Snowy?"
"Kok binatang peliharaan? Jadi istriku dong."
"Hah?"
Wajah melongo Risa membuat tawa Aksa lepas. Laki-laki itu terpingkal di kursinya sampai tubuhnya merosot. "Bercanda, Risa. Nggak usah pasang muka syok gitu dong." Kemudian Aksa melirik jam tangan yang ia kenakan. "Sudah 15 menit," gumamnya. Aksa beranjak naik ke atas dan tak lama turun lagi membawa dua jaket hitam dan dua topi hitam. "Yuk. Pakai ini."
"Ke mana?"
"Nikah," goda Aksa lagi.
"Ih, Kak Aksa!" Risa menepuk bahu Aksa dengan muka cemberut.
"Mau nonton Hara katanya? Pakai ini dulu biar kita nggak dikenali sama anak itu."
Risa menurut saja saat Aksa menyodorkan satu jaket dan topi untuk Risa pakai. Begitu Risa memakainya, tubuh Risa langsung ditelan oleh ukuran jaket yang terlalu besar. Panjangnya saja menutupi setelah paha Risa. Belum lagi lengannya yang menjuntai lebih panjang dari tangan Risa. "Kak! Aku kelelep! Tolongin!"
Lagi-lagi tingkah Risa membuat Aksa tertawa. Sambil mencubit pipi bulat gadis itu, ia memuji, "Lucu banget sih."
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Teen Fiction[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...