Jadi Hara di sekolah itu ternyata sangat menyenangkan.
Aksa tak menyangka kembarannya berada pada puncak piramida status sosial di SMA Litarda. Pastilah jabatannya sebagai Ketua OSIS sekaligus kapten tim sepakbola yang memberinya wibawa dua kali lipat. Semua murid perempuan mencuri pandang ke arahnya. Diberi senyum sedikit, mereka langsung tersipu malu. Kecuali teman-teman dekatnya, tak ada yang berani menghampirinya untuk sekedar mengobrol.
Kalau ada teman Hara yang tidak ia kenal, ia tinggal memberi foto mereka pada Risa dan Risa akan dengan berat hati memberitahu nama mereka. Aksa sih tidak meminta Risa selalu standby membantunya. Sepertinya Risa juga cemas penyamaran Aksa terbongkar. Dan Aksa pastinya senang bukan main kalau Risa benar-benar mencemaskannya.
Pelajaran di kelas Hara lebih mudah dari yang Aksa kira. Dengan belajar sendiri di rumah, Aksa ternyata sudah lebih maju 6 bab. Beberapa guru seperti guru Fisika dan Sejarah Hara sampai terharu senang untuk hal-hal sederhana seperti menjawab pertanyaan mereka di kelas.
Tanpa menghabiskan tenaga sama sekali untuk berpikir, tahu-tahu jam pelajaran sesi pertama sampai keempat sudah selesai. Waktunya istirahat makan siang.
"Risa! Makan yuk!" Aksa melambai dan berlari menghampiri Risa saat jam istirahat.
Teman-teman Risa membubarkan diri secara otomatis setelah melirik canggung pada Risa. Wajah Risa tegang. Tanpa babibu ia menarik tangan Aksa, menyeretnya ke sebuah tempat tersembunyi di dekat tangga darurat.
Wah, kenapa ya? Aksa bertanya-tanya dalam hati. Mungkinkah Risa tiba-tiba menciumnya di sana?
Ternyata bukan mencium Aksa, melainkan mengomelinya habis-habisan.
"Kak Aksa! Hampir aja ketahuan! Semua orang ngira Hara otaknya lagi geser!" Risa kelihatan geregetan. Tangan Risa sudah mengepal keras, tak sabar ingin mengacak-acak rambutnya sendiri. Jangan dong. Nanti hamsterku jadi jabrik.
"Memangnya kenapa?" Wajah bingung Aksa tidak dibuat-buat.
"Aku kasih tahu ya. Pertama, Kak Hara paling males belajar. Dia paling pinter, tapi juga PALING MALES kalau belajar di kelas. Biasanya kalau dia nggak suka, dia bakal main game di HP, tidur, atau kabur ke ruang OSIS. Jadi, nggak ada tuh ceritanya Hara Dhana jawab-jawabin pertanyaan guru dengan sukarela!"
"Oh gitu? Kalau guru nanya, berarti aku harus diem aja?"
"Nah! Itu ngerti!"
"Tapi kan kasihan gurunya ngomong sendiri ..."
Kedua bola mata Risa berputar. "Mereka digaji memang buat itu. Trus yang kedua ..." Risa menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya yang mungil. "Kak Aksa terlalu ramah dan murah senyum."
Aksa mengingat-ingat. "Nggak ah. Aku cuma nyapa-nyapa biasa aja kok."
"Waini!" Risa melipat kedua tangan di depan dada dan menggeleng. "Hara Dhana NGGAK PERNAH SENYUM! Bibirnya kaku kayak diganjel linggis! Apalagi nyapa duluan! Mustahil! Cewek-cewek satu sekolah bisa kegeeran kalau Kak Aksa senyumin mereka semua. Dan juga, seisi Litarda tahu Kak Hara selalu galak banget ke aku. Kayak di rumah aja gitu."
"Tapi kamu kan adik bimbingannya?"
"Justru itu! Aku selalu kena omel!"
Aksa berpikir keras. Berapa kali pun ia mencoba mencerna ucapan Risa, rasanya tidak masuk akal. "Trus, dia manggil kamu gimana?"
"Misalnya nih, Kak Aksa jadi aku ya. Ngeliat aku baru nongol di kantin." Risa tiba-tiba berubah sikap. Ia menarik tulang punggung, mengangkat dagu dan membuat tatapannya jadi tajam. Berubah. Gadis itu berubah jadi seekor hamster yang galak. "Heh! Baru makan? Mau diet apa mau mati?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekal Risa
Novela Juvenil[TAMAT] Di saat Hara mulai menyadari perasaannya gara-gara sekotak bekal buatan Risa, adik kembarnya--Aksa--muncul menyatakan perasaan pada gadis itu. Hara tertekan. Ia teringat apa kata ibu mereka kalau ia harus mengalah pada adiknya. Hal itu menye...