Bab 67 - Ibu

518 97 8
                                    

Bi Atun akhirnya buka suara.

Setelah Aksa mengancam akan membocorkan kalau Bi Atun pernah membawa pacarnya bertamu ke rumah di suatu siang, akhirnya Bi Atun buka mulut juga. Bi Atun merupakan saksi kunci kepergian Hara.

Bi Atun bilang sore itu Hara pulang dari rumah sakit setelah menunggui Aksa. Hara mencari Risa. Di dapur, ruang cuci, sampai halaman belakang tempat kandang Snowy berada, tapi Hara tak bisa menemukan Risa. Bi Atun hendak menghampiri Hara untuk memberitahu, tapi sang nyonya rumah mendahului.

"Risa nggak kerja lagi di sini." Erica menyela pencarian Hara di ruang makan.

"Kenapa? Dia minta berhenti atau Mama yang pecat?"

Bungkamnya Erica membuat Hara tak butuh waktu lama untuk menebak kalau wanita itu telah melakukan sesuatu terhadap Risa.

"Apa salah Risa?"

Erica langsung naik darah mendengar pertanyaan Hara. "Apa salah Risa? Kamu juga harusnya tanya apa salahmu? Kalian berdua yang bikin Aksa masuk UGD! Ngapain kalian mesra-mesraan di Jepang? Di saat Aksa di sini setiap hari dengan sabar nungguin kalian pulang! Kenapa sih kamu, Hara? Nggak pernah puas sebelum kamu ngambil semua punya adikmu!"

Hara bertahan, bergeming menelan semua teriakan Erica. Sampai Erica kehabisan sumpah serapah untuk ia lemparkan pada anak sulungnya dan akhirnya wanita itu berhenti berteriak, hanya menatap nanar pada kedua mata Hara.

"Mama," panggil Hara dengan suara yang dalam. Seisi rumah itu tahu kalau Hara sudah tidak membentak lagi, itu artinya emosi Hara melampui batas. "Dari kecil Mama selalu suruh Hara untuk mengalah dari Aksa. Tangan Hara ..." Hara membuka kedua telapak tangannya, "Tangan Hara sampai sekarang masih ingat sakitnya dipukul Mama saat dulu Hara ngambil mainannya Aksa. 13 tahun sudah berlalu, tapi Hara masih merasa sakit. Waktu itu Mama bahkan nggak nanya Hara kenapa Hara ngambil mainannya Aksa? Dari sebelum Hara ambil mainan itu, Aksa udah nangis. Mainan itu rusak, Hara mau bantu perbaiki. Tapi Mama malah pukul Hara. Sejak itu Hara jadi bingung, mana yang benar dan mana yang salah. Karena takut kena pukul lagi, Hara nggak pernah berani sentuh semua milik Aksa.

"Kali ini Hara mau membela diri Hara sendiri. Sesuatu yang Hara nggak pernah berani lakukan di hadapan Mama karena Hara tahu jasa Mama melahirkan Hara ke dunia ini nggak bisa dibandingkan dengan apa pun. Tapi, satu kali, Ma. Satu kali aja. Hara mau berjuang untuk sesuatu yang sangat penting di hidup Hara.

"Hara sayang Risa. Bukan sekedar naksir. Hara bener-bener sayang sama Risa. Hara bahagia tiap kali sama Risa. Aksa ternyata juga merasakan hal yang sama, tapi tentu aja buat Mama hanya kebahagiaan Aksa yang terpenting kan? Mungkin ... Mungkin Mama memang cuma ingin punya satu anak."

Hara menangis. Bi Atun bilang cuma satu-dua tetes air mata, tapi tetap saja Hara menangis di hadapan Erica. Hara tidak pernah menangis apa pun yang terjadi padanya. Itu artinya Hara sudah tak bisa membendung sakit hati dan kekecewaannya terhadap Erica.

"Mungkin Hara yang harus mundur dari rumah ini."

Begitu kalimat terakhir Hara sebelum akhirnya Hara menghubungi nenek mereka bilang mau tinggal bersamanya.

* * *

"Aksa! Aksanya Mama udah bangun? Syukurlah—"

"Mana Risa? Mana Hara?"

Aksa tak butuh basa-basi. Saat tahu Risa dan Hara angkat kaki dari rumah, Aksa langsung menyesali keputusannya untuk tetap hidup. Aksa menontoni ibunya berdiri di dekat pintu. Tanpa belas kasihan Aksa membiarkan wanita itu terus mematung mencari-cari jawaban yang tepat agar terdengar manis di telinga Aksa.

Di depan orang lain, Hara dan Aksa sama-sama pandai menyembunyikan tabiat asli mereka. Hara melindungi hatinya yang selembut kapas dengan sikap galak dan arogan. Sebaliknya, Aksa menyembunyikan hatinya yang dingin dengan sikap manis.

Terkurung di rumah selama belasan tahun sudah membuat hati Aksa membeku. Tentu saja sebagai kembarannya, Hara sadar benar wujud asli Aksa. Itu kenapa Hara selalu berusaha menjaga Aksa. Hara tahu, satu retakan saja cukup untuk membuat hati Aksa pecah.

Lalu Risa hadir menghangatkan hati Aksa, membuat perasaan yang Aksa sangka ia tak pernah miliki mengalir lagi dengan deras. Aksa merasa hidup kembali menjadi manusia seutuhnya.

Apa yang Hara lakukan terhadap Risa bukanlah hal yang menghancurkan hati Aksa. Dari awal Aksa tahu kalau mereka berdua menyimpan perasaan satu sama lain. Sebenarnya Aksa gatal ingin menantang Hara agar Hara satu kali saja berdiri di atas kepentingannya sendiri, berhenti mengalah pada Aksa. Namun ternyata Aksa terlena dengan perhatian yang Risa berikan selama menjadi pacarnya. Aksa lupa kalau Hara bisa sewaktu-waktu menyatakan perasaannya pada Risa dan Risa berpaling. Sayangnya saat hari itu tiba, Aksa tidak siap. Jantung dan otaknya tertekan secara bersamaan. Aksa pun roboh.

Tapi sekarang pikiran Aksa sudah jernih. Ia sadar kalau Hara dan Risa adalah sumber kekuatan Aksa. Mereka yang membantu Aksa memupuk semangat hingga bertahan sampai saat ini. Aksa belum pernah merasakan dukungan sebesar yang mereka berdua berikan. Bahkan dari kedua orang tuanya sekalipun.

"Mama bilang Risa apa? Pelacur? Maling? Bisa-bisanya Mama ngomong kata sekasar itu pada Risa. Coba Mama bayangin punya anak cewek dan ada tante-tante sembarangan nyebut anak Mama pelacur. Gimana rasanya?"

Erica membuang pandangannya ke ujung sepatu Louboutin beralas merahnya, tak berani menatap Aksa.

"Risa itu juga anak orang, Ma! Risa dan ibunya punya perasaan! Harusnya Mama berterima kasih ke Risa. Tanpa lelah Risa selalu nyemangatin aku. Kapan pun aku kelihatan down, Risa pasti ada di sana dan bikin aku bangkit lagi. Kalau nggak ada Risa, mungkin aku udah nyerah sama hidupku."

"Aksa, jangan ngomong nyerah dong, Sayang—"

"Peduli amat! Ini hidup Aksa! Mama harusnya belajar dari ibunya Risa. Ibunya Risa itu single parent, kerja banting tulang tapi bisa mendidik Risa dengan baik. Dia bahkan masih sempet perhatiin Aksa dan Hara seperti anaknya sendiri. Coba lihat diri Mama," Aksa menyela kalimatnya sendiri dengan dengusan sinis. "Anak sulung Mama nyerah sama keluarganya. Anak bungsu Mama bahkan nggak antusias untuk hidup. Malu nggak sih dengan sebutan 'ibu'?"

Erica pecah dalam tangis. Wanita itu lunglai, mendamparkan dirinya pada sofa dan terus menangis. Aksa tidak memberi ampun pada ibunya sendiri. Ia lanjut menyidang ibunya sendiri ke tahap berikutnya.

"Lalu soal Hara. Inget nggak Mama punya satu anak lagi namanya Hara? Hara, Ma. Iya, Hara. Anak sulung Mama. Anak yang lahir sebelum Aksa," Aksa menyindir tajam. "Aksa beberapa kali udah ingetin Mama buat jaga sikap di depan Hara. Hara itu terlalu baik untuk keluarga kita yang berantakan! Hara bukan samsak tinju Mama yang bisa Mama hajar bertubi-tubi! Mama nggak berhak melampiaskan kebencian Mama terhadap Kakek ke Hara mentang-mentang Hara adalah cucu emas Kakek! Childish banget sih!"

Aksa bertepuk tangan lambat-lambat sambil masih menyaksikan ibunya menangis, terluka karena omongannya.

"Selamat, Ma. Baru aja Mama kehilangan anak Mama yang paling menyayangi Mama. Inget dua tahun lalu saat Mama hampir mati kehabisan darah gara-gara kecelakaan? Mama kira darah siapa yang nyelamatin nyawa Mama? Hara, Ma."

Fakta itu terlalu mencengangkan sampai-sampai tangis Erica sempat terhenti sejenak.

"Ya, Mama bisa hidup sampai sekarang karena Hara. Darahku terlalu penyakitan. Papa juga. Tapi Hara minta Aksa sama Papa untuk nggak bilang-bilang. Sekarang sadar gimana sayangnya Hara sama Mama? Walaupun Mama terus-terusan membenci Hara, tapi anak itu nggak pernah sekalipun membenci ibunya sendiri. Kenapa Mama nggak bisa ngelakuin hal yang sama ke Hara? Aksa sampai heran. Katanya kasih ibu sepanjang masa. Bullshit."

Melihat tangan Erica gemetar mencoba menyeluk ponsel dari tas tangan mewahnya, Aksa memotong.

"Mau telepon Hara? Percuma. Hara udah nyerah. Nyerah sama Mama, nyerah sama keluarga ini. Nggak ada yang bisa bikin Hara pulang lagi ke rumah. Apalagi Mama ngatain cewek yang dia sayangi sebagai pelacur dan maling. Cewek yang 'kita' berdua sayangi. Udahlah, Ma. Semuanya udah terlambat."

Lalu Aksa membuang muka, menatap jauh ke luar jendela seraya bergumam, "Tau gini mending milih mati aja tadi. Lebih gampang."

* * *

Bekal RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang