Trisha mencemaskan Nona Mudanya.
"Nona ... Nona Vivian, ini saya, Trisha."
Trisha berusaha menyahut. Sudah hari Vivian York tidak menjawab panggilan Trisha.
"Nona, tolong buka pintunya, Nona. Nona belum makan beberapa hari."
Tetap saja Vivian tidak membalasnya.
"Apa yang harus aku lakukan? Haruskah kuberitahu, Tuan Jason? Atau Nyonya Jasmine?"
Trisha sangat bingung dan Trisha menelepon ponsel Jason York dengan terpaksa, tapi itu tidak aktif. Menelepon Jasmine York, Trisha tak yakin meminta Nyonya York pulang kembali ke Indonesia. Trisha sudah tak bisa menemukan cara membujuk Vivian agar ke luar dari kamar tidur gadis itu.
"Nona ... tolong, saya sangat khawatir kepada Nona. Tolong, buka pintu kamar Nona."
Tetap saja Vivian York tidak menjawab suara Trisha. Dan Trisha bertanya-tanya atas penyebab Vivian York tidak keluar dari kamar tidur itu. Gadis itu tidak seperti itu dan Trisha tahu, bahwa Vivian York pasti akan menceritakan masalah yang terjadi. Namun sekarang, Vivian York seolah sedang menutup diri dan tak ingin dari dunia luar apa yang telah terjadi pada dia.
Trisha kembali ke dapur dan menaruh makanan yang selalu menjadi makanan favorit Vivian, bistik dan sayur kol dengan mayones.
💍
Vivian menatap kosong dalam kamar tidurnya. Gadis itu tidak membuka suara, kedua lututnya menekuk rapat.
Suara ketua pelayan rumah tadi terdengar namun Vivian tak menjawab. Tubuh dan jiwa Vivian hancur berkeping-keping seperti serpihan kaca hingga pecahan itu tersebar di mana-mana, tak bisa dipersatukan atau diperbaiki lagi oleh ia atau siapa saja.
Sang Ayah meminta seorang kepercayaan mengantar Vivian pulang ke rumah. Wajah Vivian membeku dan mata yang terlihat kosong membuat sang Ayah harus memiliki jarak dengan Vivian.
Memerhatikan wajah Vivian melalui cermin di depan dalam mobil yang terlihat diam dan mata gadis itu sangat kosong, Matthew merasakan jiwa Vivian York sedang tidak ada di bumi. Mattew bertanya-tanya peejalanan itu.
Mobil hitam SUV telah sampai di depan rumah kediaman York. Vivian segera membuka pintu mobil lalu turun tanpa menunggu Matthew beranjak keluar dari mobil membukakan pintu.
Vivian masuk ke dalam kamar tidur dan menangis tanpa mengeluarkan suara. Air mat Vivian menetes. Vivian meringkuk dalam gelap kamar tidurnya yang ia selalu rasakan hangat dan nyaman. Sekarang itu sudah tidak ada lagi.
Rambut dan pakaian Vivian berantakan. Vivian sangat hancur. Harga diri Vivian sebagai seorang gadis telah ternodai. Vivian mengigit bibir dalam mulut hingga cukup keras, bayangan nista itu adalah mimpi buruk dalam sejarah kehidupan Vivian.
Langit menjadi gelap, bertanda bahwa malam telah datang. Kamar tidur Vivian Annabelle York gelap dan cahaya yang menerangi hanya dari sebuah bulan dari luar tepat di atas langit yang mengarah ke jendela kamar tidur itu. Vivian sudah tidak merasakan apa itu lapar dan haus. Bibir Vivian mengering dan terkupas di beberapa sudut bibir. Wajah Vivian pucat dan masih terpatri pandangan penuh gelap dari netra mata Vivian.
Lagi-lagi, suara ketukkan pintu terdengar, Vivian tidak menoleh ke pintu. Ketua pelayan rumah keluarga York menyahut dalam nada suara kental kecemasan di sana.
"Nona .. sudah waktunya makan malam. Nona belum makan, tolong keluar. Saya sangat khawatir, sudah tiga hari Nona belum makan."
Tak ada suara apa pun kemudian.
Vivian turun dari ranjang tidur, menginjak ke lantai, berjalan, dan menatap kosong.
Pintu kamar tidur itu kemudian dibukalah oleh Vivan. Kemudian Vivian memutar kaki menuju kembali ke ranjang tidur. Lalu duduk di ranjang tidur yang berantakan.
Saklar lampu kamar tidur itu berbunyi dan cahaya lampu menerangi kamar tidur Vivian menyala.
"Oh Tuhan. Syukurlah-"
Vivian sama sekali tidak punya energi untuk terlihat baik atau ceriah. Dan kesuraman memang lebih baik. Ia tak peduli perhatian orang siapa saja, karena untuk menerima perhatian orang-orang itu ia harus dalam jiwa baik.
💍
Mata Trisha terbelalak beberapa saat dan terenyak melihat penampilan berantakkan seorang nona York mud. Lantas Trisha cepat menaruh nampan terdapat makanan untuk sang Nona ke meja kecil sebelah dari lemari pakaian.
Trisha mendekati sang Nona. "Nona Vivian, apa yang terjadi?"
Suara Trisha mengalun lembut. Vivian tidak merespon Trisha katakan. Vivian meringkuk dengan kedua kaki yang diapit rapat ke depan dada. Rambut serta penampilan gadis itu berantakkan.
"Nona, saya membawakan makanan kesukaan Nona, di makan, ya." Trisha beranjak lalu mengambil makanan berada di meja yang tak jauh dari jangkauannya.
"Aku tidak ingin makan." Vivian tiba-tiba berseru. "Nafsu makanku hilang saat ini."
"Sudah tiga hari Nona belum makan." Trisha sudah berada di seberang ranjang Vivian.
"Aku tidak ingin makan, Trisha."
"Nona harus makan." Trisha melangkah ke tempat Vivian duduk pada ranjang. Trisha tersenyum lembut dan duduk di tepian ranjang sebelah dari Vivian duduk meringkuk dengan kedua lutut yang mengapit.
"Aku tidak ingin makan, Trisha. Aku tidak ingin makan, Trisha. Aku ...." Vivian terisak.
Bening air mata Vivian menetes turun ke air muka yang berpucat takut.
"Kenapa Nona menangis? Nona, baik-baik saja?"
Vivian meneguk wajah ke bawah lebih memilih menatap seprai berwana biru dengan corak bunga mawar putih. Bibir Vivian York mengatup rapat sesaat lalu bibir itu mulai terangkat dan menyahut lirih, "Um ...." Vivian memberikan anggukan pelan. "Aku akan makan. Namun dengan sebuah permintaan."
Trisha menatap Vivian sedikit mengernyitkan kening.
"Saya akan mencoba memenuhi permintaan, Nona."
"Aku tidak ingin makan di luar-maksudku makan di meja makan bersama siapa pun. Aku ingin makananku dibawakan ke sini saja. Kau bisa memenuhi permintaanku, Trisha?"
"Iya, Nona. Saya bisa memenuhi permintaan Nona." Trisha tersenyum hangat. "Makanlah, ini adalah makanan kesukaan Nona."
Vivian mengangguk dan meraih piring berisi makanan kesukaannya. Vivian sangat menyukai makanan itu, dia lahap memakan masakan Trisha, yang selalu dirasakan punya kehangatan istimewah tersendiri.
💍
Di daerah elit yang bersejajar rumah-rumah dan salah satu apartemen yang berada di sisi barat yang tidak menjulang tinggi namun memiliki arsitektur megah dengan pilar-pilar yang kokoh tertata tepat pada letakkannya merupakan salah satu tempat milik Jason York.
Apartemen itu terlalu lama dibiarkan Jason, hingga baru sekarang Jason mengunjungiya. Sakeral lampu salah satu kamar tidur dalam apartemen itu meyala. Langkah Jason terlunglai, setengah kesadaran Jason direnggut oleh alkohol. Jason tetap berjalan ke salah satu sofa di ruang tamu.
Sofa bahan empuk itu mengempes lalu mengembang, Jason menggulingkan tubuhnya ke sofa itu. Menatap langit-langit ruangan, Jason tiba-tiba tersenyum murung dan tertawa pedih selama semenit.
"Kau menghancurkan masa depan anakmu, Jason," gumam Jason dengan sebuah tawa pedih.
"Kau menghancurkan masa depan anakmu, Jason."
"Kau menghancurkan masa depan anakmu, Jason."
"Kau menghancurkan masa depan anakmu, Jason." []
_______________________
Support me with vote and comments.
Thank you ...Salam dan peluk hangat,
Ennve.

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Forbidden Love | #Vol (1). PPT
RomanceNSFW - [D28+] [√ SELESAI] [DDLG PROJECT OF PURE TABOO] VOLUME (1). Behind Forbidden Love © 2019, Ennvelys Dover, All right reserved. Cover Ilustration & Designer: Ennvelys Dover Logo Illustration & Designer: MPH/MDee ...