Jika di Indonesia beriklim tropis maka di London kebalikannya. Udara di London dingin dan salju turun. Keringat di tangan Vivian memicu rasa dingin semakin terasa menyerap dalam kulit.
"Lonza."
Vivian tidak bisa menemukan kata-kata selanjutnya dan tidak bisa melepaskan tatapan dari Lonza.
Mendengar jawaban Lonza, suara Vivian tercekat dan tangannya dingin. Lonza tidak merasakannya. Ini bukanlah waktunya terharu atau pun bahagia. Vivian mengerjapkan mata beberapa kali.
"Vivan."
"Yah. Apa tadi kau mengatakan sesuatu?" tanya Vivian tersadar oleh keadaan sekarang.
"Aku memanggilmu," jawab Lonza. "Kenapa diam?"
Sedetik, mata Vivian mengerjap. "Aku .. oh, ummm ... tadi-lupakan saja."
Kepala Vivian kemudian mengarah ke depan. "Mereka pasangan yang sedang berbahagia hari ini," kata Vivian. "Tadi-"
Lonza memotong ucapan Vivian, "Aku serius, V."
Vivian menatap kembali kepada Lonza. "Apa?"
"Aku ingin kau menikah denganku," kata Lonza lembut dengan ekspresi wajah tenang dan itu semua membuat Vivian justru sedikit tidak tenang.
"Tunggu. Berikan aku waktu bernapas." Vivian melepaskan genggaman tangan Lonza. Setelah tenang, Vivian kembali berkata kepada Lonza, "Apakah tadi merupakan lamaran pernikahanmu untukku? Astaga, ini terlalu mendadak. Dan kita baru menjadi sepasang kekasih. Belum sebulan hubungan ini berjalan, Lonza."
"Apakah masalahnya hanya itu? Kita bisa lebih dekat nanti dan akan sangat dekat dalam ikatan pernikahan, Vivian." Lonza berkata lembut, senyum pria itu mengukir manis. Vivian menyukai senyum itu.
Vivian menggigit bibir dalam. 'Bukan. Oh Tuhan. Aku tidak suci lagi, Lonza.' Vivian melanjutkan kata-kata di dalam hati. Rasanya sangat berat mengatakan hal tersebut kepada Lonza.
"Berikan aku waktu. Lagi pula aku ini merupakan tersangka yang kabur dari rumah. Orang tuaku mungkin saja tidak akan setuju terhadap lamaran pernikahanmu ini."
"Aku akan menunggu. Apa pun jawabanmu, aku tetap mencintaimu, Vivian."
Vivian memeluk Lonza. Aroma parfum di tubuh Lonza sangat menenangkan. "Lonza, aku sangat bersyukur, kau ada saat aku tidak bisa apa-apa."
Itu adalah kata-kata tersirat Vivian. Lonza akan sadar suatu hari-Vivian beruntung dan bersyukur memiliki seorang yang mencintainya dengan menunggu.
"Vivian, kau baik-baik saja?" tanya Lonza.
"Tentu saja aku baik-baik saja." Vivian melepaskan pelukan dan memandang Lonza dengan senyum. "Tuhan itu baik dan bahkan terlalu baik padaku. Aku harap kau adalah masa depanku nanti, Lonza Alejandro."
Lonza meraih kedua tangan Vivian dan menggenggamnya. Pria itu tersenyum. Air mata Vivian menetes tiba-tiba. Dadanya sedikit menyesak. Lonza seketika itu juga menghapus air mata Vivian yang telah menetes. "Vivian, aku sudah menyerah. Sisa hidupku nanti, aku ingin bersamamu. Kita akan bersama." Suara tenang dan tatapan mata lurus Lonza kepada Vivian terlihat tulus dan bersungguh-sungguh. "Jika nanti keluargamu tidak merestui kita, kabur solusi sebagai jalan tengah, mungkin?"
Vivian melototkan mata. "Kau sinting, Lonza! Menikah tanpa restu?" Vivan berdecak, kepalanya menggeleng beberapa kali. "Aku tidak mau!"
Lonza tertawa geli. Satu tangan Lonza mengusap lembut pipi sebelah kanan Vivian. "Kita hanya perlu berjanji di hadapan Tuhan dan Pendeta. Itu sudah cukup. Hal lain pasti akan teratasi seiring berjalannya waktu. Kedua orang tuamu pasti akan membuka diri menyambut hubungan kita. Begitu juga dengan kedua orangtuaku, dan adik kembarku yang berada di alam berbeda dengan kita. Mereka pasti menerima kita. Kau dan aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Forbidden Love | #Vol (1). PPT
RomansaNSFW - [D28+] [√ SELESAI] [DDLG PROJECT OF PURE TABOO] VOLUME (1). Behind Forbidden Love © 2019, Ennvelys Dover, All right reserved. Cover Ilustration & Designer: Ennvelys Dover Logo Illustration & Designer: MPH/MDee ...