BAB 50

2.6K 76 3
                                    

Rumah keluarga Alejandro sangat nyaman menghabiskan akhir pekan penuh kemalasan. Vivian menyadari hal itu beberapa hari tinggal di rumah itu.

Mengerucutkan bibir dengan sebal, Vivian agak marah kepada Sang Kekasih yang mempunyai rencana dadakan akhir pekan tanpa memberitahunya.

"Pria bodoh!" seru Vivian tiba-tiba.

"Aku tahu aku tampan, Viv."

Vivian mengernyit. "Aku tidak mengatakan kau tampan Lonza Alenjandro."

Pagi buta, Lonza cepat-cepat menyuruh Vivian berapik sekadar saja dan untuk Vivian itu sangat mengesalkan. Ia masih membutuhkan tidur.

Mata Vivian melirik kepada Lonza jengkel yang sedang mengemudi. Mobil sedang melintas ke arah balai perkotaan dan melaju dalam kecepatan normal. Vivian menatap ke arah depan lalu ke kiri kemudian ke kanan, memandang dengan pasti bahwa bangunan megah yang barusan dilewati mobil mengarah satu demi satu ke balai perkotaan.

Suasana dalam mobil terlalu hening. Tangan Vivian bergerak, mengarah ke layar depan dan menyentuh panel radio. Saluran radio pagi hari terkadang bisa menjadi penghibur atau mengisi heningnya suasana.

Vivian menemukan saluran radio yang menarik didengar. Sebuah lagu melantun. Vivian tersenyum penuh arti. Ia menemukan lagu yang tepat dan tentu saja ia memahami makna lagu sedang terputar itu.

"Kau tidak ingin menyanyikannya?"

Suara di sebelah tiba-tiba menyahut bertanya kepada Vivian.

"Lagu ini?" Vivian bertanya balik.

Lonza mengangguk, dan menatap kembali ke depan ketika menatap beberapa detik kepada Vivian.

"Tidak lama lagi lagu ini akan berakhir."

"Di dalam musik player aku menyimpan lagu ini. Kau bisa memutarnya sesuka hatimu." Lonza kembali melirik pandang kepada Vivan.

"Biarkan tetap seperti ini saja. Lagu selanjutnya akan segera di putar."

"Viv. Maafkan aku yang membuatmu harus keluar akhir pekan."

"Tidak apa-apa, Lonza. Lagipula kita akan kemana?" tanya Vivian sembari memperbaiki posisi duduk menjadi nyaman.

"Jika aku katakan rahasia?" Lonza menatap sesaat saja kepada Vivian.

Satu alis Vivian terangkat ke atas, "Oke. Sangat pelit. Aku tidak akan bertanya lagi." Vivian mengerucutkan bibir dengan cemberut.

Beberapa menit kemudian mobil Lonza berhenti di bangunan yang Vivian tidak kenal. Bangunan itu ukuran terlihat kecil dan sederhana. Vivian sama sekali tidak mengerti apa maksud Lonza mengajak dirinya ke tempat kecil dan sederhana di depan sana.

"Lonza, ini tempat apa?" tanya Vivian setelah mereka berdua turun dari mobil. Lonza di sebelah Vivian mengamit lembut jari-jari tangan Vivian.

"Panti asuhan."

Vivian menatap Lonza. "Kau selalu ke tempat ini?"

Tidak menyangkah bahwa Lonza memiliki perhatian khusus pada panti asuhan, Vivian tiba-tiba merasakan dirinya tidak pernah memikirkan hal seperti Lonza. Mengunjungi panti asuhan misalnya. Ia adalah orang bercukupan dan seharusnya ia dapat memberikan sebagian perhatian seperti Lonza pikirkan terhadap orang-orang tak mampu mendapatkan makan atau membutuhkan donasi bertahan hidup yang layak.

Behind Forbidden Love | #Vol (1). PPTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang