BAB 8

6.6K 172 5
                                    

Vivian tidak keluar dari kelas, tidak juga istriharat. Seluruh siswa dan siswi sudah keluar untuk istirahat.

Beberapa menit lalu Vivian mendengar kasak-kusuk tentang roti langkah SMA Elang.

Setiap tahun ajaran baru, SMA Elang National selalu mengadakan pembuatan 15 roti terlangkah. Sangat jarang para murid mendapatkan roti itu namun bagi Vivian sekarang bukanlah memikirkan makanan. Ia harus memikirkan hasil belajar SMA yang semakin dekat akan menuju naik ke kelas tingkat. Berbagai mata pelajaran pun akan sulit ke depannya.

"Wah! Viii, tidak kemasukan setan, kan?"

Vivian terperangah hingga badannya tersentak. "Datang-datang bisa tidak jangan membuat aku kaget, Axcel?!"

Axcel bergeleng dan bertanya, "Sehatkan, Viii?"

"Ya aku sehat. Ada apa sih?" gerutu Vivian sebal.

Mata Axcel bergerak ke arah buku yang menjadi objek Vivian belajar, "Kimia?"

Vivian mengangguk tanpa daya dan merengutkan wajah. "Jangan menertawaiku, ya! Awas saja kalau berani tertawa!"

"Nomor berapa yang belum selesai?" Axcel memicingkan mata.

Vivian mengembuskan napas gusar, menggeser tangan menutup sebagian nomor soal yang belum terpecahkan.

Mata Axcel mengarah ke lembar kertas tes terdapat nomor belum Vivian jawab.

"Jadi dari tadi belum selesai empat nomor itu?" tunjuk Axcel.

Vivian mengangguk. "Jika kau tidak ingin membantuku, pergi sana. Aku akan coba menyelesaikannya sendiri saja."

"Yakin? Omong-omong empat nomor ini sederhana diselesaikan, Viv." Axcel memandang dengan senyum idiot. "Memangnya di rumah apa yang kau lakukan?"

Vivian menggerakkan bola mata ke atas untuk memutuskan kontak mata menjengkelkan Axcel.

"Tentu saja belajar. Tapi tidak seberat dirimu, Axcel. Aku manusia, Cel. Butuh istirahat, bukan robot kaleng!" Vivian mencibir dan memberanikan diri berkontak kembali dengan mata Axcel.

Axcel memandang Vivian dengan letih. "Sini, aku bantu."

Axcel mulai menjelaskan langkah demi langkah menyelesaikan soal kimia. Setiap nada suara Axcel keluarkan menjelaskan, penuh ketegasan. Vivian tahu bahwa tipe mengajar Axcel sedikit keras, tentu juga dari semuai itu ia dapat menyerap semua diterangkan Axcel.

"Rumahmu ada laboraturim, ya, Cel? Nanti kapan-kapan ajak aku ke laboratorium rumahmu, biar aku bisa pintar."

Axcel mendengkus menatap Vivian. Dia menjentik jidat Vivian dengan dua jari, "Pikiran konyol. Apa sih di otakmu, Viv? Aku bukan Jimmy Neutron!"

Vivian mengusap dahi yang terasa perih dari jentikan dua jari Axcel.

"Mungkin saja Jimmy Neutron saudaramu. Silsilah keluarga Wijaya aku tak tahu."

"Masih mau aku lanjut jelasin materinya? Atau belajar sendiri?"

Vivian mengatup kedua tangannya sembari menundukkan kepala ke bawah dihadapan Excel, "Maaf Exceeel."

"Kenapa kau menyebalkan sekali, Vivian!"

Vivian mengangkat kepala dan menatap Axcel dengan senyum sumringah, "Tolong, maafkan aku, Axcel!!!"

"Belajar sendiri. Perasaan senangku untuk membantumu sudah hilang seketika, Vivian."

Axcel mulai bangkit dari duduk.

"Besok aku belikan jaket keluaran terbaru Jungkook BTS, bagaimana?" bujuk Vivian penuh harap.

Axcel terperangah mendengar godaan Vivian. Dia memicingkan tatapan tajam, lantas berkata, "Tahu dari-"

Behind Forbidden Love | #Vol (1). PPTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang