7. Kerinduan Yang Salah

9.5K 1.5K 55
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu kebetulan semata”
© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Rindu tapi tak bisa bertemu adalah hukuman terberat. Ketika kamu hanya membawa sebuah nama namun tak bisa kamu dekati.”

***

Halim menyambut kedatangan Alya dengan ekspresi bingung, terutama karena perempuan itu muncul di depannya dengan wajah basah keringat, napasnya tak teratur dan memegang sisi kiri perut seperti menahan sakit. Alya berlari-lari untuk mendatangi Lapas Arisuma.

“Assalamualaikum Kak,” sapa Alya setelah mengisi paru-parunya yang sempat kehabisan oksigen.

“Walaikumsalam, ada apa Alya? Kenapa kamu tampak tergesa-gesa?” Halim bertanya dan mengulurkan tangan.

Otak Alya yang tidak bisa mencerna dengan baik malah mengulur tangannya balik untuk menjabat tangan Halim.

“Bukan!” Halim terkejut dengan reaksi Alya. “Tas kamu, biar aku yang bawa.”

Alya pun menyadari kesalahannya, dia melepas jabatan tangan Halim dan segera memberikan tas yang berisikan kamera kepada Halim. Kedua pipi Alya merona merah, pastilah sangat kentara karena Halim juga memalingkan wajah. Sungguh, Alya membuat situasi canggung di antara mereka berdua.

“Yang lain pada kemana? Dan tumben pagi banget datangnya?” Halim berdeham, suaranya sempat serak. Dia tidak berani menatap Alya.

“Mereka nyusul belakangan Kak,” jawab Alya langsung. “Pasti bakalan terlambat, jadi aku duluan yang datang dan melakukan perekaman.”

“Nggak pa-pa sendirian?” Halim akhirnya memilih untuk melihat kearah Alya. “Kamu bisa melakukannya seorang diri?”

Alya tersenyum. Dia mengangguk penuh keyakinan. “Jangan khawatir Kak! Aku serba bisa. Handle kamera sambil interview itu hal yang mudah buat aku. Lagipula, aku nggak sendirian.” Lalu dia menunjuk kearah nametag Halim yang menunjukkan identitasnya sebagai sipir penjara. “Aku punya Kak Halim yang bisa menjagaku. Jadi aku nggak perlu khawatir.”

Halim berdeham keras lalu segera memalingkan wajah. Dia melangkahkan kakinya duluan menuju wilayah terdalam Lapas. Alya segera mengikuti dari belakang, langkahnya sekarang ringan karena semua barangnya dibawakan oleh Halim. Alya memandang berkeliling ke arah dalam penjara, para napi sekarang ada di jam bebas. Di jam seperti ini, pastilah mereka sedang sarapan ataupun mandi. Alya hanya melihat sedikit dari beberapa napi—mungkin menunggu giliran sampai kamar mandi sepi—bermain basket di lapangan.

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang