35. Penyesalan Terbesar Daffa Raffan

6.3K 1.1K 46
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”
© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Menorehkan luka dalam kenangan seorang yang tidak bisa sirna itulah penyesalan terbesar yang pernah saya lakukan”

***

“Tumpang tindih? Maksud lo gimana?” tanya Halim duduk di samping Daffa. Merendahkan suara sehingga tidak terdengar oleh Edy, Bonte dan Adul yang sedang sibuk memberikan pupuk di ladang mereka.

Daffa memilih bernaung sejenak di bawah tepian gedung, kepalanya berdenyut sakit dan dia tidak bisa menghilangkan kebingungan yang melanda pikiran dan juga hati.

“Ingatan baru datang Lim,” ucap Daffa risau. Dia memijat pelipisnya lagi. “Kenangan yang nggak pernah gue ingat sebelumnya. Tumpang tindih? Itu karena ingatan itu berbeda dengan apa yang gue pikirkan,” jelasnya.

Halim memasang ekspresi serius. “Bisa lo lebih jelas lagi. Gue perlu dengar ini.”

“Gini…” Daffa menarik napas dalam. Sangat jelas terlihat bingung. “Dalam ingatan gue yang baru. Gue diperlakukan baik oleh Slamet dan Zahra. Gue juga merasa nyaman tinggal di rumah mereka. Sikap mereka membuat gue merasa, untuk pertama kalinya berada di tempat yang bisa gue sebut dengan rumah.”

“Ini beda! Di ingatan gue terdahulu! Gue melihat Zahra memberang dan meneriaki gue pembunuh saat melihat jasad Pak Slamet terbaring di tanah. Zahra melihat gue menggenggam celurit berlumuran darah! Karena itu lah…” Daffa tidak sanggup melanjutkan. Merintih kesakitan karena memaksa otaknya bekerja.

“Daffa,” panggil Halim khawatir.

Daffa meraup rambutnya frustasi. “Gue nggak ngerti kenapa ingatan gue jadi rancu kayak gini. Selama beberapa tahun! Gue dihantui perasaan sebagai seorang pembunuh tapi sekarang…” Dia memperlihatkan ekspresi putus-asa. “Allah malah membuat gue menjadi meragu. Gue musti gimana Lim? Gue bingung.”

“Sepertinya lo mengalami Amnesia Lakunar,” terka Halim. “Sepertinya, lo mengingat kejadian peristiwa pembunuhan secara acak. Dugaan gue! Lo hanya mengingat bagian penting saja. Mengingat poin penting di mana menampakkan diri lo dalam posisi seorang pembunuh.”

“Dan Rudy?” tanya Halim lagi. “Dalam ingatan lo. Apa lo ingat membunuh Rudy?”

“Gue—” Daffa memejamkan mata. Mengerutkan kening. Berpikir keras. “Gue ingat melihat mereka dari atas jurang. Gue melihat tubuh mereka tergeletak di tanah…” Dia merintih sakit lagi.

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang