51. Diperdengarkan Dunia

6.3K 1.2K 255
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Yakinlah semua perkataan yang terbungkam, atas kehendak Allah akan terdengar oleh dunia.”

***

Borgol mengikat pergelangan Daffa. Matanya kosong. Linglung. Dia tidak tahu kenapa dia berada di tempat ini. Sebuah tempat yang mengurungnya sedangkan beberapa orang dengan berpakaian seragam polisi berdiri menatapnya dengan dingin. Daffa hanya menundukan kepala. Memilin jari jemarinya, berusaha mengingat. Bahkan sekedar untuk mengucapkan nama dari miliknya sendiri, terasa begitu sulit.

Ruang persegi dengan satu jendela menjadi tempatnya ketika terbangun dari tidur panjang, bahkan sinar matahari tidak bisa masuk leluasa dengan adanya telari besi yang menghalangi di jendela. Dingin, temaram dan sunyi.

Pintu terbuka. Seorang lelaki masuk. Lelaki itu memiliki paras yang Daffa kenal. Mirip sangat mirip. Dia adalah versi tua dari seseorang yang pernah ada dalam ingatan Daffa. Namun sulit untuk Daffa terangkan, seperti air yang digenggam, tidak bertahan.

“Anda sudah datang Pak Cahyo Kusuma?” tanya salah satu lelaki berseragam dan memberikan kursi agar Cahyo bisa duduk.

Cahyo Kusuma tidak menjawab. Dia menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Daffa. Menatap Daffa tidak berkedip dengan ekspresi dingin dan menakutkan. Bahkan orang yang ada di dalam ruangan tidak berani menyela.

“Aku baru saja menguburkan putraku hari ini.” Cahyo Kusuma mengangkat suara setelah lama diam. “Suatu hal yang pantang dilakukan oleh seorang ayah tapi aku melakukannya. Aku menguburkan anakku sendiri.”

Daffa mengangkat wajah. Dia menatap Cahyo Kusuma tanpa berkedip. Separuh hati bingung dengan lelaki itu ucapkan.

“Kamu yang membunuhnya!” Cahyo berseru. “Kamu adalah pembunuh. Kamu pembunuh yang merenggut nyawa putraku.” Dia menambahkan dengan penuh amarah.

Daffa mengerutkan kening. Rasa sakit menerpa kepala lagi. Sekelebat kenangan! Sosok pemuda yang berlari di ladang menghindar dari ayunan celuritnya.

“Tidak!” Daffa menyangkal.

“Kamu juga membunuh Zahra! Kamu membunuh Slamet. Kamu membunuh tiga orang yang tidak berdosa.” Cahyo menambahkan dengan menekan.

Suara jeritan ‘pembunuh’ mengisi otak Daffa kemudian, sehingga dia harus menutup kedua telinga segera. Dan panas api berkobar yang membakar rumah bambu bisa Daffa rasakan di kulit, bahkan bayangan Slamet terbaring tewas karena sabetan celurit yang Daffa genggam, masih bisa terlihat olehnya.

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang