58. Tempat Teraman

6.3K 1.1K 201
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Memang tidak berubah karena waktuku berhenti ketika kamu pergi.”

***

Pagi menyapa lagi di dalam penjara, sinar matahari yang biasanya menyusup masuk ke dalam sel tempat Daffa menghuni sekarang tidak bisa dia lihat dengan jelas lagi. Meskipun dia membuka lebar kelopak mata, meskipun dia menatap sinar matahari pagi dari jendela jeruji, semua tampak memburam dan berkabut.

Namun dunia Daffa yang sekarang entah kenapa menjadi begitu tenang. Entah kenapa hati yang dulu diselimuti gelap sekarang bercahaya dibandingkan dulu. Seperti saat ini saat dia mengangkat tangan, membuka lebar jari-jemari, berusaha menangkap sinar mentari.

Dan ada yang tidak biasa. Ada sesuatu yang baru. Sebuah gelang tasbih berhiaskan kupu-kupu melingkari pergelangan tangan. Daffa mengukir senyum, walaupun tidak bisa melihat dengan jelas. Namun gelang tasbih itu terlihat puluhan kali lebih indah di bawah sinar mentari pagi.

Tentu saja ketika Daffa melihat gelang tasbih itu. Pikirannya akan langsung tertuju pada seseorang. Pada seseorang yang selalu menuntunnya ke musholla ketika Adzan Dzuhur berkumandang. Pada perempuan yang selalu mengikatkan syal merah di pergelangan tangannya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

“Apa nggak merepotkan buat Nona Alya, mengantarkan saya ke musholla terus?” tanya Daffa. Dia mengiringi langkah Alya, mengejar bayangan perempuan berkerudung merah muda yang terbias di rerumputan hijau. “Apa nggak melukai harga diri Nona?”

“Tentu saja melukai harga diri aku, seharusnya kamu kan yang nganter aku ke Musholla bukan sebaliknya. Mungkin ini hanya terjadi sama kita berdua. Lucu yah?” jawab Alya dan berbalik untuk melihat Daffa.

“Kok lucu sih?”

“Lalu aku harus bilang apa?” Alya kembali meluruskan matanya ke depan, pada lapas Arisuma di mana jeruji besi mengelilingi. “Atau aku bilang aja yang aku lakukan sekarang ini, menolong kamu adalah hal yang paling romantis,” candanya.

“Nggak pernah serius.” Daffa mengatai, menggelengkan kepala.

“Kamu yang terlalu serius.”

“Kamu juga nggak pernah berubah.” Daffa masih mengatai.

Alya berbalik. “Memang nggak berubah. Waktuku berhenti ketika kamu pergi.”

Daffa memberikan senyum kecil.  “Tapi apa sekarang sudah berjalan lagi?” tanyanya.

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang