25. Kelinci dan Angkasa

7K 1K 51
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”
© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Mungkin aku tak layak dimiliki. Tak layak untuk dicintai.”

***

Halim menghela napas panjang. Dia duduk bersandar di kursi sedang pandangan tidak beralih pada Daffa Raffan yang sekarang terbaring di tempat tidur. Berbagai alat penyokong hidup akhirnya terpasang di tubuh Daffa. Keputusan yang baru saja dibuat oleh Dokter Yulianto dan membuat ketakutan Halim semakin kuat. Kondisi Daffa memang parah, bahkan hanya dengan melihat pasien monitor—kurva detak jantung yang naik-turun dengan suara khas—membuat siapa saja bisa menyimpulkan dengan sendiri bagaimana kondisi Daffa sebenarnya.

Pintu terbuka. Siswanto datang, dia menenteng kantong plastik dan melambaikan tangan pada Halim. “Sarapan Lim! Kita perlu makan,” ajaknya.

Halim bangkit berdiri dan berjalan menuju Siswanto yang duduk di depan meja kecil. Melihat pria itu mengeluarkan dua bungkus nasi goreng dan juga botol air mineral.

“Apa ada kemajuan?” tanya Siswanto. Membuka nasi goreng dan memberikannya kepada Halim. “Kondisi Daffa apa ada kemajuan?”

“Belum. Masih sama.” Halim menggelengkan kepala. “Malah! Dokter memilih memasang alat bantu pernapasan untuk Daffa.”

Siswanto menghela napas. “Apa operasi jalan satu-satunya? Apa nggak ada pengobatan yang lain?” Dia mengaduk nasi goreng menjadi satu dengan sambal.

Halim menganggukkan kepala. “Sepertinya. Dan operasi itu bakal terbilang sulit karena posisi tumor yang ada di otaknya. Dokter Yulianto berharap kondisi Daffa membaik terlebih dahulu sebelum melakukan operasi.” Dia pun memaksa menyuap makanan ke dalam mulutnya.

“Dan Daffa orang yang keras kepala.” Siswanto kesal. Menunjuk Daffa dengan sendok. “Sudah tahu sakit parah. Seharusnya dirawat di rumah sakit tapi dia tetap memilih tinggal di dalam penjara. Padahal Kepala Lapas mengizinkan dia untuk berobat. Bokap lo, ya kan? Atau ini ada hubungannya dengan masalah uang?” tanyanya.

“Bukan sama sekali. Bukan masalah uang. Cuma, dia orang dengan pemikiran yang aneh. Dia meminta gue nggak kasih tahu teman-teman dia di lapas tentang penyakitnya. Mungkin nggak mau dikasiani.” Halim berpendapat. Mengambil air mineral dan meminumnya.

“Dan apa hubungannya si Daffa dengan mahasiswi itu. Si Alya?” Siswanto ingin tahu. “Mereka pacaran?”

Halim mengangkat kedua bahu. “Gue juga nggak tahu.” Dia kembali menatap Daffa sejenak. “Tapi kayaknya mereka memiliki ikatan kuat yang nggak bisa dijelaskan oleh orang-orang kayak kita.”

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang