57. Mengungkap Kebenaran

6.5K 1.3K 244
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.

“Kami berpisah beberapa kali, bertemu lagi untuk sekian kali. Saya melarikan diri tapi Allah mengarahkan saya kembali”

***

Kain yang menutupi kedua mata Daffa Raffan dilepas untuk terakhir kali. Setelah menjalani pengobatan, Dokter Yulianto berharap ada kemajuan, berharap lelaki itu bisa melihat kembali dengan normal.

Halim dan Siswanto menatap penuh harap sedang Yulianto melepaskan perban penutup mata secara perlahan dan hati-hati. Berusaha tidak menyakiti Daffa yang duduk diam tanpa mengucapkan satu patah kata pun.

“Sudah saya lepas. Sekarang coba kamu buka mata perlahan,” suruh Yulianto. “Perlahan-lahan saja, jangan dipaksakan untuk melihat langsung.”

“Apa pencahayaannya terlalu terang Dok?” tanya Halim. Khawatir pada jendela kantor yang semuanya terbuka lebar. “Perlu saya tutup jendela?” tawarnya.

Yulianto menggeleng. “Tidak apa-apa. Daffa tidak menatap langsung ke sinar matahari. Ayo Daffa. Perlahan saja. Jangan takut.” Berkata kepada Daffa yang masih memejamkan mata sedang kedua tangan mengepal.

Daffa kemudian menuruti. Bulu matanya bergetar saat kelopak mata membuka secara perlahan. Iris mata yang berwarna kecoklatan berusaha menangkap cahaya. Dia mengangkat satu tangannya dan mensejajarkan dengan pandangan. Memblokir sinar matahari yang menyusup di antara sela jemari.

“Bagaimana? Kamu bisa melihat kami?” tanya Yulianto. Dia berdiri dengan gelisah. “Apa kamu bisa melihat dengan jelas?”

Daffa diam. Kedua matanya tidak berkedip. Seperti sangat tertarik pada telapak tangannya yang putih pucat. Siswanto berdecak. Dia membungkuk di depan Daffa, menghalangi cahaya.

“Daffa Raffan!” panggil Siswanto. “Dijawab dulu pertanyaan Dokter. Lo bisa melihat dengan baik atau enggak?” Dia tidak sabar.

Daffa menurunkan tangan. Bibirnya kemudian membentuk seulas senyum. Sebuah senyum yang membuat Halim menghembuskan napas lega. Sipir itu menyentuh pundak Daffa.

“Lo bisa melihat bukan? Alhamdullilah. Bukannya gue sudah bilang, mungkin penglihatan lo bermasalah karena stress. Hei!” panggilnya dan membuat Daffa menoleh. “Lo nggak perlu khawatir sekarang. Penglihatan lo nggak bermasalah.”

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang