66. Teman Seorang Hamba

6.2K 1.2K 206
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.

“Akan saya sebut nama kalian dengan lantang di hadapan Allah sebagai teman dari seorang hamba bernama Daffa Raffan”

***

“Rasanya ingin menyeret lo keluar dari sini!” Bonte memberikan tatapan dingin kepada Daffa Raffan. “Lo sudah nggak waras Daffa, kenapa elo balik lagi ke dalam penjara?”

Orang yang diketusin oleh Bonte, Daffa Raffan hanya memberikan senyum kecil. Kedua tangan meraba pada bunga-bunga wedelia yang tumbuh lebat di ladang.

“Penjara bukan tempat istirahat Daffa, bukan puncak Bogor yang tiap akhir pekan lo bisa kunjungi.” Adul geram, dia menunjuk Daffa dengan cangkul tangan.

Senyum Daffa melebar ketika mendengar gerutuan dari Adul juga.

“Dan elo beberapa hari lagi menjalani operasi,” timpal Edy keras. Dia menuangkan pupuk terlalu banyak ke tanaman hias. “Rumah sakit! Di bawah pengawasan dokter itu yang harusnya lo dapatkan, bukannya bersama kami, merawat tanaman.”

Daffa hanya tersenyum. Dia menikmati pagi dengan duduk bersila di atas rerumputan yang masih lembab karena embun, sedang sinar pagi menerpa hangat sekujur tubuh.

“Dia malah nyengir Bang!” Bonte mendengkus tak percaya. “Gue yakin ada yang salah dengan otak Daffa, dia nggak bisa membedakan mana rumah sakit dan mana penjara. Otaknya jungkir balik,” katainnya.

“Bukan begitu,” kilah Daffa.

Walaupun pandangan buram, dia melihat sosok Edy, Bonte dan Adul memberikan tatapan tajam, tidak beralih meskipun sibuk dengan tanaman hias.

“Hanya saja merasa nyaman tinggal di sini dibandingkan rumah sakit,” tutur Daffa. Dia mengambil satu tangkai bunga yang terjatuh ke tanah, bunga yang gagal bertahan setelah diterpa hujan lebat tadi malam. “Dan lucu sebenarnya, saya juga merindukan penjara.”

“Adul sama sekali nggak ngerti,” sahut Adul dan duduk di samping Daffa. “Daffa dengarin Adul dulu. Elo itu sedang sakit, butuh pengawasan dari dokter. Kalo di sini? Lo cuma punya kami bertiga, sama Halim dan Siswanto mungkin.”

“Dan itu cukup buat gue Dul,” jawab Daffa cepat. “Itu lebih dari cukup dibandingkan gue berada di rumah sakit.”

Edy mengerutkan kening. “Kami cukup?”

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang