73. Epilog : Tercipta Untukku

11.9K 1.4K 195
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Allah mempertemukan kita kembali, walaupun terpisah berkali-kali, bukankah itu pertanda bahwa kamu memang tercipta untukku”

***

Mata Alya menatap punggung lelaki yang berjalan di depan. Sinar matahari yang menerpa membuat lelaki itu terlihat menganggumkan. Dan setiap kali lelaki itu menoleh ke belakang dan memberikan senyuman, jantung Alya berdetak hebat.

“Ada apa? Daritadi senyum sendiri?” tegur Daffa heran. “Dan kalau jalan lihat ke depan sayang. Entar kamu jatuh.”

Sayang…

Wajah Alya merona merah setiap kali Daffa Raffan memanggilnya dengan sebutan itu.

“Alya! Dasar. Hampir jatuh, kan?” Daffa sedikit kesal. Dia menangkap tubuh Alya tepat waktu sebelum perempuan itu jatuh tersungkur di tanah. “Kenapa jalan nggak lihat-lihat?”

“Nggak bisa lihat!” Alya beralasan, membiarkan Daffa berjongkok dan mengikat tali sepatunya yang terlepas. “Aku nggak bisa melihat dengan jelas.”

“Kenapa nggak bisa melihat dengan jelas?” Daffa berdiri. Tepat di depan Alya. Sangat dekat sehingga dia bisa melihat iris mata Daffa yang kecokelatan di bawah matahari. Mata yang dulu sempat mengalami kebutaan sekarang menatap Alya tanpa tersela. “Apa minusnya nambah? Apa perlu kamu pakai kacamata?”

Alya menggelengkan kepala. Dia nyengir. “Aku nggak bisa lihat dengan jelas karena suamiku berkilau dan begitu menganggumkan.”

“Ya Allah.” Daffa tertawa dan mengelus kepala Alya lembut. “Jangan dijadikan itu sebagai alasan. Kalau kamu nggak jalan dengan benar. Kapan kita sampai ke pohon perbatasan.” Dan telunjuk Daffa mengarah ke sebuah pohon di atas bukit.

Alya mengulas senyum. Dia merasa mengulang waktu yang telah berlalu. Kembali ke masa remaja, berjalan di sekitar perkebunan teh di mana dedaunan masih berembun, langit biru cerah dan pepohonan memberikan melodi gemerisik yang merdu. Sungguh Alya bersyukur bisa kembali lagi ke tempat ini dan tentu saja—Alya meraih tangan Daffa untuk digenggam—dia tidak sendiri untuk kembali. Dia bersama Daffa. Meniti waktu yang sempat terhenti.

“Kenapa?” Daffa bertanya bingung saat Alya terdiam.

“Nggak kenapa-napa.”

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang