61. Cara Mati Berbicara

5.8K 1.2K 287
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Kalian hanya menjadi cara dari kematianku, tapi tetap! Yang mengambil nyawaku adalah Allah. Dia paling berhak untuk melakukannya.”

***

Suara pistol melontarkan peluru terdengar keras, membelah langit membuat semesta menjadi hening dalam ketakutan. Tubuh Daffa tidak bergerak. Mendingin dengan cepat. Pandangan yang kabur membuat Daffa tidak bisa melihat apa yang sebenarnya telah terjadi.

“Brengsek. Apa yang coba lo lakukan? Apa lo coba melawan?” teriak Hendri. Penuh amarah.

Daffa terus berusaha melihat dengan seksama, walaupun yang dia lihat hanya dua bayang laki-laki yang saling berdiri berhadapan; Aceng dengan tubuh besarnya dan sipir Hendri yang sekarang menodongkan pistol ke arah Aceng.

“Hendri, gue cuma ingin melihat sejauh mana kesigapan lo. Cuma melakukan tes terhadap lo! Kenapa lo panik, bukannya tadi lo yang menyuruh gue untuk membunuh Daffa?” Aceng tertawa geli, dia mengangkat kedua tangan ke atas. “Lo menghancurkan rencana kita. Sekarang lo membuat keributan yang akan mengundang banyak orang ke tempat ini! Lo dengar?”

Aceng menunjuk ke langit. Sirine lapas Arisuma terdengar kemudian, bergema keras di penjuru lapas. Membuat kegaduhan serta kepanikan untuk penghuninya. Aceng menggelengkan kepala dan berdecak prihatin.

“Hendri Adrian. Lo masih tidak belajar dari kesalahan lo,” tambah Aceng meledek.

Dalam kebingungan yang melanda. Daffa mulai menyadari satu hal. Bahwa sipir penjara Arisuma bernama Hendri Andrian adalah suruhan Cahyo Kusuma. Sipir itu pasti sudah lama mengawasi Daffa, mulai insiden yang melibatkan Alya, penyiraman air keras serta bebasnya Aceng dari sel isolasi. Daffa tidak bisa percaya. Hanya bisa terdiam menyaksikan dua laki-laki saling berhadapan.

“Tidak! Lo tadi coba merebut senjata ini dari gue, elo tadi ingin mengambil pistol ini dari tangan gue!” bantah Hendri. Dia berjalan mundur. Tampak waspada kepada Aceng. Hendri menyeringai. “Gue tidak bisa ditipu oleh napi kelas teri seperti lo.”

Aceng menghela napas panjang. “Serba salah, selalu serba salah,” keluhnya. “Hendri, kita berada di kubu yang sama. Kita harus membunuh Daffa bukannya saling mencurigai seperti ini.”

Daffa mendengkus. “Jadi kalian saling berkomplot! Sejak kapan? Apa Bahar atau Cahyo Kusuma yang menyuruh kalian?” selanya kemudian.

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang