16. Puisi Cinta

7.5K 1.2K 73
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata”
© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.

“Aku juga mencintaimu, tunggu aku kembali”

***

Bonte menjulurkan kepala botaknya, mencoba mengintip dari belakang punggung Adul yang membungkuk. Lelaki itu sangat konsen pada selembar kertas sedangkan tangannya memegang pensil, menggoreskan tulisan sedangkan mulutnya berucap mengiringi setiap kata yang tertuang menjadi sebait puisi indah.

Bibir Bonte membentuk senyuman jahil. “Ciee ada yang lagi nulis puisi cinta!” godanya membuat Adul kelabakan dan segera mendekap kertas itu ke dada.

“Nulis ke siapa lo? Jangan-jangan ada cewek yang menunggu kepulangan lo di luar sana, tumben banget jadi pujangga cinta!” Bonte duduk di samping Adul dan mencoba merebut kertas itu.

“Akh, Bonte! Bukan urusan lo, jauh-jauh sana. Ganggu banget jadi orang.” Adul memberontak. Segera berdiri dan mencari perlindungan ke belakang punggung Edy. Wajah Adul yang memerah karena malu sangat kentara di kulit gelapnya.

Edy pun tidak bisa menahan diri. “Benaran buat cewek? Sudah berapa lama pacarannya?”

Daffa yang daritadi membaca buku, mau tak mau mengangkat mata dan mengalihkan pandangannya ke Adul yang sekarang duduk dengan gelisah. Hari minggu selalu mereka habiskan duduk di taman lapas, di bawah pohon bulan yang menjadi tempat favorit untuk menghabiskan siang menjelang Dzuhur. Dari taman ini mata mereka bisa melihat langit luas dan bertemu sinar mentari tanpa terhalangi. Sedangkan lagu lawas disetel dari pos penjagaan, terdengar syahdu dan mengiringi angin siang yang berhembus masuk melalui jeruji besi.

“Adul nggak punya pacar Bang! Sama sekali.” Adul mengelak dan menggaruk pipinya.

“Bohong, bohong! Adul Suradul kalo bohong, dia bakal garuk-garuk pipi kayak orang panuan.” Bonte menunjuk Adul dan tergelak dalam tawa. “Jujur aja kenapa? Cerita sama kami orangnya kayak gimana, kalo aja gue bisa bantu bikin puisi. Gini-gini gue pernah juara.” Dia menambahkan dengan membusungkan dada.

Adul tampak tertarik. “Benaran lo pernah juara?”

“Juara jualan nasi goreng!” Bonte bercanda dan segera menghindar ketika Adul melempari dengan sandal. “Ya Allah Dul, semua orang juga bisa bikin puisi. Apalagi kalo lagi sedang jatuh cinta.” Entah kenapa mata Bonte mengarah ke Daffa.

“Apa maksud tatapan lo?” Daffa merasa risih.

Bonte mengangkat bahu. “Idih sensi amat Daf. Habis makan es batu? Gue cuma bilang semua orang bisa menulis puisi, itu aja.” Kemudian dia duduk di samping Adul. “Sini gue bantu buat. Mana kertasnya.”

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang