“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata”
© Story of “Cinta di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.“Ketika masa lalu meninggalkan rasa sesal. Kemudian kau menyadari bahwa tak ada jalan kembali untuk memperbaiki”
***
“Pak Daffa Raffan?”
Seorang perawat perempuan keluar dari sebuah ruangan dan memanggil nama Daffa dengan suara keras. Terdengar bergema di sepanjang koridor yang di sisi kanan dan kiri diapit oleh kursi panjang, diduduki puluhan orang yang menunggu nama mereka dipanggil pula. Ketika nama Daffa dipanggil, Halim berdiri. Lelaki itu menepuk bahu Daffa yang terlihat enggan untuk bangkit dari tempat duduk.
Sebuah keterpaksaan Daffa harus berada di sini, di rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lanjutan kesehatan. Namun karena atas semua desakan yang Daffa terima, entah itu dari Edy, Bonte, Adul dan Halim, Daffa tidak punya pilihan selain menuruti, berharap setelah ini dia tidak dicerkoki lagi dan membuatnya merasa tidak nyaman. Perlakuan para sipir dan beberapa napi yang menaruh perhatian lebih kepadanya membuat Daffa terlihat seperti anak emas, Daffa tidak menyukai itu. Tidak suka, ketika mendengar ledekan sinis dari penghuni napi lainnya yang berkata; bahkan di dalam penjara pun dunia masih tidak adil kepada mereka.
“Ayo Daf! Dokter sudah manggil tuh,” kata Halim sekarang menarik siku Daffa.
Puluhan pasang mata seketika mengarah kepada Daffa Raffan, pada borgol yang mengait kedua pergelangan tangannya. Mereka menaruh rasa penasaran, saling mendekatkan kepala satu sama lain dan berbisik. Mata mereka juga tidak luput kepada Halim yang mengenakan seragam sipir penjara. Tanpa penjelasan, semua orang bisa menebak siapa Daffa Raffan dan siapa Muhammad Halim sebenarnya. Mereka berdua tidak memiliki hubungan darah sepertinya layaknya kakak-adik, keluarga ataupun kerabat, namun melainkan seorang sipir yang sedang menemani narapidana untuk berobat. Halim merasa risih dengan sorotan tajam dari semua orang, dia berusaha melangkah lebih cepat.
“Itulah kenapa gue bilang! Gue pengen lepas borgol lo,” sembur Halim terlihat sangat marah. “Lo jadi pusat perhatian semua orang, 'kan?”
“Protokol Lim, S.O.P! Lo nggak boleh melanggar protokol lo sebagai seorang sipir. Kalo lo melepas borgol gue, apa lo nggak takut gue melarikan diri?” Daffa menyahuti dan sudut bibirnya membentuk senyuman miring. “Lo nggak tau apa yang ada di pikiran gue! Bisa saja gue cuma berpura-pura sakit, agar bisa menemukan kesempatan untuk kabur dari penjara.”
Halim memberikan tatapan tajam. Menunjukkan ekspresi tidak suka untuk semua perkataan Daffa. Walaupun Halim baru mengenal Daffa selama dua tahun, dia merasa sudah cukup untuk mengerti bahwa Daffa adalah orang yang suka berpura-pura. Daffa selalu menunjukkan sikap dingin, acuh, tegar dan kuat di depan semua orang namun ketika dia sendiri? Daffa akan meringkuk di atas sejadah, menangis dalam diam di balik jeruji besinya. Itu tidak sekali, terlalu sering malah Halim memergoki Daffa seperti itu. Jadi, sungguh sulit mempercayai semua lontaran kata sinis yang diucapkan Daffa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surga di Balik Jeruji | Langit
SpiritualDemi mendapatkan nilai memuaskan untuk tugas akhir, Alya Sahira mahasiswi dari fakultas perfilman memutuskan membuat film dokumenter tentang kehidupan narapidana di lembaga pemasyarakatan, meliput kehidupan para pendosa yang mencari pengampunan Tuha...