65. Dongeng Awan dan Hujan

6.5K 1.2K 203
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Karena itu penjara makanya saya ingin kembali. Bukanlah tempat yang terburuk. Karena dari di dalam penjara saya menemukan Tuhan”

***

“Kamu lihat ini?”

Dokter Yulianto menunjuk lembaran hitam putih hasil pemeriksaan scan otak Daffa dengan ujung bolpoint. Dia melingkari.

“Ini adalah gumpalan darah yang menekan syaraf mata kamu! Semakin membesar dibandingkan dengan hasil pemeriksaan yang lalu.”

Daffa memberikan senyum. “Tidak bisa melihatnya Dok. Maafkan saya,” sesalnya.

“Tentu saja tidak bisa melihat!” bentak Yulianto. “Bagaimana bisa melihat? Kalau tumornya saja masih ada di dalam otak kamu.” Dia duduk dengan gelisah, menatap pada Daffa Raffan yang balas menatap dengan mata kosong. “Kamu tau yang membuat saya sangat marah Daffa?”

Daffa menggelengkan kepala.

“Karena kamu tidak menjalani hidup kamu dengan tenang. Aku meminta kamu menjaga diri dengan baik. Oke! Kamu bilang akan menjaga kesehatan asal diperbolehkan kembali ke dalam penjara, tapi apa ini?” Yulianto mengentuk hasil pemeriksaan. “Tumor ini bahkan menjadi besar dibandingkan saya perkirakan.”

“Apa itu berati lima puluh persen bukan angka tetap lagi? Apa sekarang berkurang?” sahut Daffa.

“Bukan waktunya bercanda Daffa!” tegur Halim. Dia bersandar di tembok, melipat kedua lengan di depan dada. “Ini masalah tentang hidup mati lo! Jangan bercanda soal itu.”

“Lalu saya harus apa? Masalah datang bertubi-tubi kepada saya, saya tidak bisa menghindar,” bela Daffa masih tersenyum. “Kalau dokter ingin marah, jangan marah sama saya tapi pada orang-orang jahat yang melakukan ini kepada saya.”

“Sudah masuk penjara belum? Halim! Si Cahyo Kusuma sudah ditangkap atau belum?” Yulianto tiba-tiba menghardik keras. “Saya pastikan orang-orang itu tidak dapat pelayanan dari rumah sakit ini.” Dia terlihat sangat emosi.

“Berati itu melanggar sumpah Anda sebagai Dokter,” goda Daffa. Dia duduk tegap di kursi rodanya. “Bukannya seorang Dokter harus menyampingkan ego demi menyelamatkan nyawa pasein?” tambahnya mengingatkan.

“Apa tumor otak juga mempengaruhi kepribadian seseorang Dok?” sela Halim dengan nada ketus. “Saya yakin kepribadian aneh Daffa karena tumor otak yang dia idap.”

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang