26. Secercah Harap Dalam Bisik

6.5K 1.1K 52
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”
© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Luka dari yang terbuang tak kan pernah sembuh meski waktu berlalu.”

***

Alya terdiam. Tidak menemukan kata ketika mendengarkan penuturan dari remaja lelaki yang ternyata menyimpan banyak luka di dalam hidupnya.

“Aku hidup di jalanan. Tumbuh besar dalam kerasnya dunia. Aku mengemis bersama anak-anak lain yang terbuang. Debu! Lapar! Dihina! Adalah makanan sehari-hari kami.” Kelinci menghela napas panjang. “Kalo kami nggak mendapatkan uang setoran yang cukup. Kami bakal dihajar habis-habisan.”

“Oleh siapa?” Suara Alya gemetar.

“Ayah angkat.” Kelinci menggelengkan kepala. “Panggilan yang menghangatkan walaupun sebenarnya bukan ayah angkat tapi seperti majikan kami. Yang menampung kami demi mengumpulkan uang receh.” Dia memeluk kedua lutut. “Kami tinggal di tepi rel kereta api untuk beberapa tahun, sampai...”

Kelinci lagi menggantungkan kalimatnya lagi. Matanya kembali kosong. Tampak kesepian.

“Sampai?” sambung Alya.

“Ayah angkatku pun membuang aku juga.” Kelinci memberitahu.

“Karena apa?”

“Karena menurutnya aku sudah remaja. Dia membutuhkan anak kecil sebagai pengemis. Dia nggak mau menampung aku lagi dan ingin menitipkan aku ke temannya lain. Tapi dalam perjalanan aku malah melarikan diri. Aku terus berlari tanpa henti hingga aku lelah dan tersesat di panti asuhan ini.” Kelinci menganggukkan kepala. Menatap rumah beratap merah yang terletak di bawah bukit. Panti Asuhan Kasih.

“Kalo menurut aku bagus kalo begitu. Dan lagipula, Ayah angkat kamu cuma memanfaatkan kamu, kan?” Alya menimpali. “Beruntung kamu bisa melarikan diri dan sampai di sini.”

“Beruntung?” ulang Kelinci dengan sarkas. “Aku malah merasa terbuang untuk kedua kalinya.” Dia menangkap raut bingung di wajah Alya. “Kamu nggak bakal mengerti karena kamu belum pernah terbuang sebelumnya.”

Alya diam. Walaupun dia ucapkan dengan lembut namun seperti tamparan keras untuknya.

“Aku nggak peduli diperlakukan buruk. Aku nggak peduli terluka atau disakiti. Seberapa parah luka di tubuhku pasti akan sembuh. Dan selama aku mempunyai tempat aku pulang, ada seseorang yang memberi aku makan dan aku bisa memanggil tempat itu, walaupun gubuk di tepi rel kereta api sebagai rumah. Aku bakal bertahan.” Kelinci menghela napas lagi. Terus, seakan oksigen tidak melegakan dada. “Tapi! Aku mendapatkan trauma yang sama. Aku dibuang untuk kedua kalinya. Luka di hati nggak bisa disembuhkan walaupun seiring dengan berjalannya waktu.”

Surga di Balik Jeruji | LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang