Pesantren Itu Apa? (8)

93 4 0
                                    


Dua hari setelah janji di malam itu diutarakan. Hari yang ditetapkannya pun datang. Janji seseorang yang mengaku sebagai sahabat terbaiknya, yang akan membuktikan bahwa ia pernah ada di sini. Mengukir kisah suka-duka, yang tak pernah ia tahu dari sang kekasih.

Pengakuan yang menyebutkan bahwa ia hanya bersekolah di kota kelahirannya. Mengisi hari demi harinya bersama sang kekasih saja. Merajut tali cinta yang sudah mulai dianyam sejak masih saat sekolah menengah. Sudah menjadi bukti kuat, bahwa ia tak pernah menginjakkan kaki di tempat ini.

Membuat permintaan yang sejatinya tak ia butuhkan, terasa hanya sebagai pemanis saja. Agar dirinya yang sudah diizinkan tinggal di sini tak merasa sungkan lagi. Hingga ia tak membutuhkan bantuan adiknya untuk menghadapi fakta yang ia dapati.

"Assalamu'alaikum."

Dengan segera, pintu yang tertutup itu segera terbuka dengan lebarnya. "Wa'alaikumslam... Eh... Ela... Ratna..." jawab sang pemilik rumah dengan senyuman tulusnya.

"Ummi," ucapnya dengan segera. Ia pun memberi contoh kepada wanita yang ada dibelakangnya ini agar mencium punggung tangan orang tua ini. Seseorang yang telah setia mengajari dan membimbingnya agar menjadi lebih baik lagi, dan lagi.

"Ayo masuk.. masuk.." ucap beliau seraya menjadi kepala dari tamunya ini. Mengarahkan mereka untuk menuju ke ruang tamu. "Kok lama... Abah lagi ke belakang sebentar," sambung beliau seraya duduk lesehan beralaskan karpet keras itu.

"Ngapuntene mi..." jawabnya malu-malu, menjawab penuturan dari seseorang yang telah ia anggap sebagai orang tua kedua, setelah ibunya sendiri.

Karena di tempat ini, ia sangatlah jauh dari orang tuanya. Padahal, dirinya sangatlah butuh bimbingan dan pengawasan. Ia tahu bahwa dirinya tak mampu untuk menjaga diri dari berbagai hal yang terkadang terlihat baik. Namun aslinya itu merupakan racun kehidupan yang dapat membuat dirinya berubah menjadi orang yang bersifat buruk.

"Eh.. sudah datang rupanya."

"Iya nih bah... baru saja datang," ucapnya kepada sang suami, seraya memberi ruang agar dapat duduk disampingnya.

"Jadi bener rat. Kalau kamu ini amnesia?" tanya beliau memastikan, bahwa kabar itu benar. Hingga membuatnya harus turun tangan, menolong orang yang masih terlihat tak mempercayai kisah yang baru saja ia dapati. Kisah yang bertolak belakang, dengan doktrin yang dijejalkan padanya di masa lalu.

Doktrin kepada orang yang tidak tahu apa-apa memang bisa berdampak buruk seperti orang ini. Terlebih pula doktrin yang ditanamkan kepada setiap pengantin yang rela meledakkan dirinya di kerumunan orang yang tak bersalah. Sehingga mencoreng nama Islam sendiri, menegaskan bahwa islam itu agama intoleran dan bahaya.

Maka jangan disalahkan, bila di Eropa sana muncul penyakit Islamicphobia. Sehingga jika ada seorang muslimah yang memakai jilbab atau niqab di tempat umum. Ia akan dipandang layaknya teroris atau pembunuh berdarah dingin. Bahkan, ia akan mendapatkan tindakan kriminal secara fisik ataupun psikis. Itu merupakan buah dari blow up media, yang ternyata lebih gencar menyuarakan bahwa islam itu agama keras, rasis, dan masih banyak lagi.

"Njih, bah."



Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang