Namamu Ratna (1)

2.8K 45 0
                                    


Keindahan sang surya yang selalu mendapatkan kekuatan dari sang Maha Kuasa. Menerangi segala makhluk yang tengah kedinginan di kala gelap datang. Keagungan dari Sang Maha Agung lah, yang dapat membuat mereka dapat bertahan melewati segala ruang dan waktu yang diciptakanNya. Agar mereka dapat kembali padaNya, saat hari pembalasan kelak.

Hari dimana tiada seorang pun dapat lari dari peradilanNya. Sistem penyidangan yang tak pernah berpihak pada siapa pun. Jika seseorang itu salah, maka akan ia masukkan kedalam apiNya yang dapat merasuk sampai ke dalam pelung jiwa. Namun, karena sifat Ar-Rohim yang begitu besar, terhadap setiap makhlukNya. Maka Ia dengan murahnya memasukkan kita ke dalam taman-taman indah yang belum pernah terjamah oleh satu makhluk pun di muka bumi. Hanya satu syarat yang Ia berikan, mempercayai keberadaanNya.

Sosok berharga inilah yang setia ia jaga dan rawat. Sang pujaan hati yang masih terbaring tak berdaya di ranjang putih yang begitu empuk. Di temani berbagai macam pernak-pernik alat kedokteran, guna mensupport perkembangan kesehatannya.

Entah berapa lama waktu telah berputar menemaninya, menjaga sang kekasih hati. Tak kenal letih dan lelah, ia selalu mencoba hadir menemani setiap harinya. Senyum yang selalu berkembang untuk sang putri tidur, seperti mereka berdua tengah bercengkrama mesra, bersama.

Semua yang diperlukan untuk pengobatan sang kekasih, telah ia usahakan semaksimal mungkin. Sampai kendaraan roda dua kesayangan yang selalu menemaninya, rela ia korbankan untuk biaya administrasi. Tak pernah terbesit dalam hatinya akan sebuah penyesalan. Karena ia tahu bahwa sebanyak apapun harta, pastilah tiada gunanya, bila tiada cinta dan kasih sayang di dalamnya.

Konsekwensinya, ia harus hidup di tempat yang dekat kampusnya. Hal itu ia lakukan setelah memfikirkannya matang-matang. Salah satu alasannya ialah menekan biaya pengeluaran transportasi yang setiap hari pasti ia keluarkan. Namun itu semua tak menyurutkan niat belajarnya. Hal lainnya ialah, ia mewajibkan dirinya untuk bisa berusaha di atas kakinya sendiri. Berbagai pekerjaan tekuni, guna menambah penghasilan untuk pengobatan sang putri tidur.

Waktu yang ia coba atur sedemikian rupa, antara sang kekasih, belajar dan bekerja. Membuat semua energi yang ia punya, terkuras habis pada setiap waktunya. Memang sebagai seorang anak yang mencoba mandiri dari orang tua, tekadnya tak akan pernah berubah. Walau pun keadaannya mendesak, ia takkan meminta bantuan ke keluarga, sebelum ia benar-benar menemukan tembok yang tak bisa ia lewati.

Setiap lima hari dalam satu minggu, mengharuskannya untuk segera masuk kuliah yang selalu berubah-ubah jam pelajarannya. Terkadang masuknya pagi dan terkadang pula masuknya sore hari, membuatnya harus pintar-pintar mencari celah untuk keperluan pribadinya. Dan apabila menemukan celah itu, ia akan bekerja sampingan sebagai pelayan lepas, di restoran yang cukup besar sekitar wilayah kampus.

Dan di sisa-sisa waktunya, ia selalu mewajibkan diri untuk menjaga sang kekasih yang hanya tinggal memilikinya seorang. Walau jarak yang sangat jauh antara kampus dan tempat dirawatnya sang kekasih, tak membuat api semangat itu redup sedikit pun. Administrasi yang masih menggunung, akhirnya mengharuskannya untuk meminta bantuan ke orang tuanya. Namun, atas nama cinta. Hasil dari kerja sampingannya ia tabung sedikit demi sedikit untuk membayar hutang atas orang tuanya. Ia tak mau kedua orang tuanya membayarkan tagihan itu, ia hanya mau mereka membantunya.

Di sisi lain, ia berjanji kepada sang kekasih, takkan mengambil harta warisan dari orang tua sang kekasih pula, untuk melunasi semua tagihan perawatannya. Semua harta warisan itu akan ia serahkan seluruhnya, tanpa terkecuali. Tak kala sang putri tidur ini, telah terbangun dari mimpi panjangnya.

"Dok, bagaimana perkembangannya?" tanya lelaki itu seraya memandangi sang kekasih yang masih terbalut perban, penuh luka.

"Alhamdulillah, sekarang tinggal menunggu Alloh untuk membangunkannya."

Jarak yang begitu membentang, menyebabkan setiap kepergiaannya ini terasa menimbulkan rasa siksa namun nikmat. Ya benar, rasa rindu. Walaupun memerlukan biaya dan waktu yang cukup lama, sehari semalam untuk menempuhnya dengan memakai transportasi ular besi. Ia tetap berbangga diri, karena melakukan semua ini atas nama ketulusan cinta.

Tak kala ia tengah jauh, kedua orang tuanya lah yang menjaga sang kekasih. Walaupun ayahnya sendiri seorang dokter, tak pernah diizinkannya untuk menjadi penanggung jawab atas kesembuhan belahan jiwanya. Karena seperti pendiriannya, ia ingin menjadi penanggung jawab sepenuhnya. Agar kelak saat bertatap muka kembali, ia bisa membusungkan dada, pertanda ia telah mampu untuk menjadi seorang imam.

Ia bisa menjadi sebagai seekor singa yang sedang terancam. Apabila ada orang lain yang berani mendekati pasangannya, dengan maksud yang tidak seperti penjenguk pada umumnya. Bahkan ia akan sangat marah, bahkan kepada kedua orang tuanya sendiri, bila membantu selain tenaga dan keikhlasan untuk menjaga sang kekasih.

Dokter wanita paruh baya itu pun segera melangkah pergi, meninggalkan lelaki yang masih termenung itu. "Mas Tofa."

"Ada apa dok?"

"Semoga saja hal ini tidak terjadi," jawabnya teringat sesuatu. "Kemungkinan ia sembuh memang besar. Namun, untuk hal yang lain saya kurang begitu yakin. Karena bekas luka akibat kecelakaan itu bisa berakibat fatal," sambungnya teringat akan hal yang hampir saja ia lupakan saat melihat hasil ronsen.

"Maksudnya dok?"

***


Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang