Namamu Ratna (7)

335 12 0
                                    


"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Bagaimana keadaanmu?"

"Alhamdulillah, baik dok," jawabnya tersenyum lemah, melihat kedatangan dua orang yang selalu menemani hari-harinya yang begitu membosankan.

"Saya periksa dulu ya."

"Silahkan dok."

Beranjaklah lelaki yang selalu menemaninya, dari kursi duduk disamping kirinya. Memberikan kesempatan selanjutnya kepada seseorang yang telah teruji untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Pekerjaan lain selain guru, yang patut dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Tangan-tangan cekatan itu pun segera menjalankan tugas cek upnya dengan begitu ulet dan teliti. Mulai mengecek tensi darah, hingga pupil kornea mata, yang dapat mengindikasikan seberapa kemajuan yang telah dibuat pasien ini. Dengan wajah yang begitu gembira, beliaupun berkata, "Insyaalloh, besok sudah bisa pulang."

Senyumnya pun mengembang, seraya melihat sorot mata yang ternyata lebih berbinar dibanding miliknya. Menandakan bahwa harapan atas kesembuhannya, begitu ia harapkan. Tangannya pun segera mengenggam erat tangan yang tengah lemah ini. Sekuatnya, ia pun membalasnya agar lelaki ini tahu, bahwa dirinya pun mengharapkan hal yang sama.

"Baiklah, kami permisi dahulu," ujar beliau meninggalkan mereka berdua, bersama dengan asistennya, yang selalu membantu mengurusi penulisan data perkembangan setiap pasiennya.

Lelaki ini pun segera menyongsongnya dengan cepat, melewati daun pintu yang telah ia tutup terlebih dahulu. Ia tak ingin pasien yang ada di dalamnya, tahu akan maksudnya kali ini. "Maaf dok, tapi bagaimana cara menyembuhkan penyakitnya?"

"Berikan kenangan-kenangan masa lalu yang berarti baginya. Insyaalloh ingatannya akan terpancing, dan semoga segera pulih kembali dengan sendirinya."

Setelah mendapatkan kunci kesembuhan sang kekasih, ia pun kembali lagi menemani sang pujaan hati yang telah bersandar sepenuhnya. Ia dudukan kembali dirinya di tempat yang sama, seraya melanjutkan cerita-cerita yang tengah terhenti dengan kedatangan jadwal rutin itu.

Namun, betapa terkejutnya ia, ternyata pujaan hatinya ini menginginkan kisah yang sebenarnya tak ingin ia ceritakan sekarang. Ia pun berjanji, bahwa setelah pulang dari sini. Di kediamannya, ia akan menceritakan kisah itu dengan sedetail-detailnya. Jawaban yang diiyakan itu pun membuatnya sedikit termenung, memfikirkan sesuatu yang tak diketahuinya.

Ia pun segera memutar otak, menceritakan segala hal-hal yang menarik di antara mereka berdua. Kenangan yang mereka lalui sejak kecil. Kenangan yang selalu terpatri dalam indahnya bingkai masa lalu. Kenangan yang terjadi sebelum kejadian yang telah merengut nyawa orang tua dari kekasihnya.

Bagai tulisan yang telah tertutup stipo, semua kisahnya akan kembali ia tuliskan. Berdasarkan dengan arahan dan bimbingan lelaki yang mulai mencuri hatinya, ia telah begitu mempercayai lelaki baik ini. Dengan seksama, ia mendengarkan penjelasan dari orang yang ada di depannya. Semua informasi darinya, langsung dimasukkannya ke dalam memori otak yang masih begitu kosong.

Seperti si pasien ini, yang sebenarnya suka sekali menulis, terlebih menulis bait-bait syair yang miliki ruh di dalamnya. Untaian kalimat yang tersusun tanpa aturan pasti, selain beberapa ketukan nada yang pasti. Sajak-sajak yang tak mengharuskannya terikat dengan aturan lama seperti ab-ab, ab-bc, dll. Membuat ia tersadar akan berbagai kalimat yang terkadang memutari fikirnya, berharap tersampaikan secara aneh. Karena ia tak menemukan orang di sekitarnya yang menyampaikan ucapan seperti hasratnya ini.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Kedua langkah kaki penjenguk berikutnya ini terasa lebih ringan dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. "Bagaimana perkembangannya?" ujarnya menyambut tangan yang ingin mencium telapak tangannya ini.

"Alhamdulillah pak. Insyaalloh besok sudah bisa pulang," jawabnya bahagia, menceritakan saat yang begitu ia nanti ini akhirnya datang juga. Penantian yang segera menginjak tahun pertamanya, membuatnya tak kuasa menyembunyikan rasa yang berbunga di dada.

"Mas Tofa. Mereka siapa?"

"Mereka adalah orang tua mas. Ini bapaknya mas, namanya Ahmad Syah Reza biasa di panggil olehmu paman Reza. Dan ini ibunya mas, namanya Intan Lutfia biasa di panggil bibi Intan, olehmu."


Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang