Pergilah (6)

94 4 0
                                    


"Mba.. mba..."

"Eh Imam," ucapnya terkaget melihat ada seseorang yang ada di depannya. "Sudah selesai?" Sambungnya lirih, mengumpulkan segala potongan ruh yang sedari tadi telah melayang entah kemana.

Posisi ruku' yang sedari tadi ia lakukan, agar suaranya terdengar. Kini telah ia akhiri, dengan 'itidal yang merangkap dengan pandangan jauh ke depan sana. "Mba ngapain di sini? Sudah sore, kenapa ngak pulang?" tanyanya heran melihat seseorang wanita duduk tertidur sendiri di tangga masjid. Mengingat kondisi masjid yang telah sepi di pelataran kampus ini. Karena, seluruh kegiatan yang telah berakhir semenjak adzan tadi.

"Anu.. anu..." ucapnya binggung melihat keadaan dirinya yang begitu memalukan. "Aku mau minta maaf."

"Minta maaf? Buat apa?"

"Soal kejadian ospek kemarin."

"Memang mba salah apa kepadaku?" tanya dirinya yang semakin binggung dengan wanita ini. Seseorang yang terasa baru di temuinya untuk pertama kali. Mengucapkan kata-kata yang seolah mereka telah saling kenal sejak lama.

"Ini aku Yuli, yang dulu menghukummu ketika upacara penutupan kemarin."

Mata yang sekejap melirik wanita yang telah diam mematung ini. Kini mulai membuka segala memori yang ia miliki. Kemudian membandingkan wajah dari sosok yang sok judes dulu, dengan sosok yang kini ada di depannya. "Oh, soal itu." Jawabnya ringan. "Sudah... tidak usah difikirkan," sambungnya mulai meneruskan langkah yang sedari tadi terhenti.

"Tunggu... Jadi.. kamu mau memaafkan aku?"

Ia pun menghentikan tubuhnya. Tersenyumlah ia, menjawab pertanyaan dari sosok berjilbab yang ada di belakangnya. Setelah sebelumnya ia menoleh ke arah wanita itu.

Betapa senangnya ia, mendapati jawaban yang seolah mampu merubah hari yang gelap ini beranjak menjadi mentari pagi lagi. "Imam... tunggu..." teriaknya teringat sesuatu. "Ini sebagai tanda maafku," sambungnya menyerahkan tas plastik yang telah di belinya sedari tadi.

Lelaki ini pun terkejut mendapatkan hadiah ini. Ternyata, keterkejutannya semakin bertambah. Buku seri terbaru yang suka ia baca, kini berada di tangganya. "Mba suka baca Conan ya?"

"Em.. aku cuma iseng saja belinya. Dan ku pikir kamu suka."

"Terima kasih mba, akhirnya aku bisa baca lagi comik ini," ucapnya senang. Puas mendapatkan buku yang seharusnya mampu ia beli. Jika saja ia tidak kehabisan uang untuk meminjami temannya.

"Iya, sama-sama."

Mission succes...

Itulah hal pertama yang muncul dalam benaknya. Semua usaha yang telah ia kerjakan, membuahkan hasil yang begitu manis. Serasa benar memang kata pepatah kuno, usaha tidak pernah menghianati hasil. Man jadda wa jadda.

"Mba, pulang dulu ya," ucapnya pamitan, melanjutkan langkah yang sedari tadi terhenti kembali. Agar segera dapat membaca dari sequel yang begitu laris dan di gemari hingga sekarang.

"Eh.. mam," cegahnya tak menyangka akan perkataan itu.

"Ada apa?"

"Em, bisa antar aku pulang?"

"Jauh ngak mba?"

"Deket... jalan kaki juga sampai," jawabnya memberikan nunjukkan rute terdekat. Rasa deg-degan pun menguasai dirinya. Melihat sosok yang begitu sempurna ini. termenung memfikirkan sesatu. "Anu... aku tahu kita bukan muhrim. Tapi aku ngak terbiasa pulang selarut ini."


Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang