Pesantren Itu Apa? (9)

91 4 0
                                    


Di antara kerumunan wanita yang ikut serta dalam rapat itu. Ada seseorang yang kaget melihat kedatangan lelaki tak diundang ini. Lelaki yang ternyata mampu membuat gosip baru di sekitarnya, tentang kegantengan, fashion, dan style lelaki tersebut.

Tak terasa, ia pun merasa jengkel terhadap teman-temannya ini. Kenapa mereka terlalu mendekte dan menguliti pangeran yang sempurna ini. Sehingga ia pun termotivasi untuk segera mematahkan semua argumen tersebut. Terlebih dengan sosoknya yang terkenal perfectionist, maka akan membuat gosip itu akan berbalik arah. Bahkan bisa lebih heboh.

Akhirnya sahabatnya pun kembali mendekati tempat rapat ini, meninggalkan lelaki itu mematung di sudut sana. Segera, ia pun berdiri untuk bergantian dengannya. Sebelum kesempatan langka ini hilang dari hadapannya.

Sesampai disana, bukan wajah senang yang ia dapatkan. Melainkan raut muka yang tertunduk lemas, seperti tak mendapatkan asupan makanan selama beberapa hari. "Mam, kamu kenapa?" ujarnya khawatir.

"Enggak apa-apa."

Dingin.

Itulah kesan pertama yang selalu ia dapatkan ketika berhadapan dengan sosok ini. Tetapi itu merupakan sebuah tantangan tersendiri baginya. Bagaimana ia bisa membuat kutub hati itu mencair menjadi pertamanan yang indah. "Kita jalan-jalan yuk."

"Maaf. Aku mau pulang."

"Bareng ya... sekalian aku mau pulang."

Perkataan yang sudah tidak mungkin ia tolak. Karena pihak yang terkait, sudah berlari meninggalkannya. Mengambil barang yang tertinggal di kerumunan itu. Sehingga ia hanya bisa menarik nafas berat dan beristighfar sebanyak-banyaknya.

Tempat kelas yang lumayan jauh dari asrama. Terasa menjadi bentuk siksaan tersendiri baginya. Karena hadirnya seseorang yang begitu membuat dirinya tak nyaman. Seseorang yang melihatnya dengan tatapan aneh. Membuat dirinya yang sudah nyaman dengan keheningan dan kesendirian, merasa begitu terusik.

"Mam. Sebenarnya kamu itu seumuran ku ya? Emang kenapa kamu berhenti kuliah?"

"Ayahku sakit. Aku yang membantunya di rumah," jawabnya singkat, mempertahankan posisinya di depan dari serangan wanita ini.

"Lho.. emang ibumu kemana?"

"Meninggal saat melahirkanku."

Fakta yang begitu menyakitkan. Membuatnya merasa bersalah akan pertanyaannya itu. "Maaf, aku ngak bermaksud seperti itu," sesalnya yang hanya bisa melihat punggung lebar tersebut.

"Ngak apa-apa."

"Mam, sebagai tanda permintaan maafku. Kamu mau ngak ikut kemah dan pendakian akbar dua bulan lagi?" tawarnya seraya mencoba kembali untuk berjejer dengan lelaki ini.

"Di mana?"

"Di bukit Cinta."

Ia pun segera mengegas laju kakinya, agar tak berbarengan. "Maaf, aku ngak tertarik."

"Tapi mam, aku mohon sama kamu."




Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang