Pembohong Besar (9)

90 2 0
                                    


Kini terputuslah ikatan yang pada umumnya begitu sangat diharapkan oleh kebanyakan pasangan. namun, ikatan khitbah yang selalu berjalan dengan kehendak orang tua, bila masih gadis. Serasa menjadi tembok tersendiri baginya, untuk mengungkapkan pendapatnya.

Ada beberapa orang tua yang begitu memaksakan kehendaknya kepada anaknya. Entah dengan alasan apapun, mereka seolah menjadi palu terakhir yang memutuskan untuk masa depan si anak. Memang alasan yang sering mereka ungkapkan adalah bahwa kedua orang tua tahu mana yang terbaik untuk anaknya.

Alasan yang sangat classic sekali. Seharusnya, sebagai orang tua yang notabennya hanya bisa melihat dari permukaannya, bisa melakukan hal yang lebih baik. Yakni menanyakan seseorang yang alim, tentang kiat-kiat mendapatkan calon mantu yang baik. Karena tak selamanya anak akan terus mematuhi orang tua.

Apalagi jika si anak sudah menikah. Tentu, perilaku dari mantu, akan mempengaruhi perilaku si anak. Sehingga, secara tak langsung. Pilihan orang tua, juga menjadi hal yang penting untuk kebaikan mereka sendiri. Kebaikan, ketika mereka telah menjadi tua renta. Apakah ia akan tetap dirawat anaknya dengan baik. Ataukah sebaliknya. Bahkan akan ditaruh dipanti jompo, dimana tiada keluarga lagi yang akan memperhatikannya?

Oleh sebab itu, jika seseorang anak telah mendapatkan pasangan yang telah baik agamanya. Janganlah ragu untuk menjodohkan mereka. Karena, kebahagiaan si anak, bukan terletak dalam banyaknya harta, mapan tidaknya, sehat tidaknya. Melainkan ada sakinah dan mawadah disana. Sehingga akan menimbulkan rohmah dari Sang Maha Kuasa. Tentu, bukan saja si anak yang akan mendapatkan ketiga hal tersebut. Melainkan kedua orang tua akan mendapatkannya juga. Bahkan, dimasa tuanya. Mereka akan banyak waktu untuk mendekatkan diri kepadaNya. Insyaalloh.

Terputusnya ikatan mulia ini sebenarnya bukanlah yang ia harapkan. Tetapi, karena sedari awal, hubungan ini dijalani dengan dasar kebohongan yang di perbuat pasangannya. Hingga terasa cukup baginya untuk mengakhiri perjalanan mereka. Sebelum semuanya terlambat, hingga muncul kata talaq kelak.

Namun, di sisi lain. Dirinya masih tak sampai hati untuk mengabarkan kepada kedua orang yang telah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri. Kedua orang yang selalu membantunya hingga sekarang. Bahkan membantu untuk tunjangan hidupnya selama di kota ini.

"Mba.."

"Ada apa?" tanyanya yang masih berkutat dengan kelanjutan diary yang telah lama tertutup rapat. Entah mengapa ada keinginan darinya untuk mengoretkan kembali kisah-kisah hidupnya dalam lembaran putih ini.

"Aku mau cerita."

"Cerita apa?"

"Tapi mba, jangan berfikir negatif dulu," jawabnya memberi persyaratan yang terasa ganjil.

"Memangnya cerita tentang apa?"

"Mas Imam."

Terhentilah goretan itu. Wajahnya langsung ia palingkan ke sumber suara itu. "Ada apa dengannya?"

Setelah mengumpulkan segala hal yang akan menjadi bahan pembicaraan. Ia pun segera menceritakan hal itu kepada kakaknya ini. Kejadian di mall tadi siang. Di mana ia akan kembali, setelah keperluannya selesai. Pertemuan tak sengaja dengan si subjek. Hingga kedua bola matanya terkejut dengan seseorang yang datang tiba-tiba. Dan jari manis wanita itu yang sudah tak lagi polos, terdapat benda mengkilat nan berharga.

Mungkinkah itu cincin tunangan mereka?

Terhentilah jantungnya dengan seketika. penjelasan dari adik sepupunya ini terasa menjadi godam besar yang menghancurkan hatinya berkeping-keping. Entah mengapa, darahnya terasa membeku di jalur nadi-nadinya.

"Tapi ini bukanlah seperti yang mba duga. Pasti ada alasan lain, kenapa mas Imam tak memberi tahukan alasannya. Alasan kenapa belum mau menerima kembali cintanya mba."

Tak terasa air matanya turun membasahi pipinya. Fikirannya kini terjatuh dalam lembah kenistaan yang begitu dalamnya. Kabar yang ia dapat, terasa menjadi petir besar yang menyambar pohon cintanya yang baru saja tumbuh kembali.

"Mba ngak apa-apa?"

"Ngak apa-apa," ucapnya mulai merasakan kepalanya berdenyut. "Apa kamu yakin?"

Anis pun mengangguk menjawab rasa keraguan yang sepertinya tak berbanding lurus dengan ekspresi kakaknya ini. Karena, dengan jelas ia dapati disana. Ada dua air sungai yang mengalir deras disana. Dan ada rasa khawatir yang tertera jelas juga.

"Jangan-jangan kamu salah orang."

"Enggak mungkin mba.. aku yakin, tapi aku belum tahu siapa wanita itu."

Entah mengapa, tubuhnya tiba-tiba terasa berat. Seluruh persendiannya terasa sakit. Hingga sakit dalam tubuhnya kembali terasa, setelah sekian lama tertidur. Sakit yang dulu telah membuatnya duduk di kursi roda.

"Mba.. mba.." ujarnya yang melihat kakaknya ini jatuh dari kursi tempatnya menulis tadi.




Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang