Penyatuan Hati (9)

125 2 0
                                    


Keramaian kota ini terasa begitu sepi. Tak bisa menghentikan deraian air yang turun dengan jangka waktu yang lama. Walaupun, langit di atasnya telah mengisyaratkan siap meluncurkan serangan panah airnya.

Serasa air itu terkalahkan oleh kepanasan permukaan bumi yang tiada pepohonan yang menghalaunya. Karbon dioksida yang telah menyelimuti suhu udara di sini. Membuat setiap butiran serangan pembuka ini seperti air yang terkontaminasi. Tercampurnya unsur H2O dengan CO2 dan berbagai unsur senyawa lain. Terutama asap kendaraan bermotor dan pabrik yang terbuang bebas ke udara.

Namun, rintihan air itu hanya bisa berhenti di depannya. Kaca yang sedari tadi melindunginya dari kehidupan luar. Terasa menjadi pelindungnya, dari butiran air yang mulai membentuk sungai-sungai kecil di depannya.

Tangannya pun hanya menyentuh air itu dari balik kaca ini. Mencoba mengikuti alur baru dari setetes air yang tepat di depannya. Menuruni lintasan yang telah terbuat oleh saudara-saudaranya.

Imam

Itulah secarik kata yang tertuliskan oleh jemarinya yang telah lelah mengikuti alur air. Mengungkapkan isi hati yang tengah dalam puncak kebimbangannya ini. Sehingga tubuhnya pun melemas, kepalanya pun hanya bisa ia sandarkan pada dinding dingin ini.

Langit sore yang masih menyisakan kebiruannya. Rela memberikan warnanya kepada sang mentari yang akan menghilang. Memberikan warna kemuning yang telah mulai redup, tergantikan oleh orange dan merah.

Dear diary

Pulpen...

Sekarang sudah aku putuskan...

Terhentilah tangan yang telah tertancap kuat pada lembaran kosong itu. Merasakan beban berat untuk melanjutkan perjalanannya. Menyisakan titik hitam pada akhir alinea yang masih misteri.

Apakah aku yakin dengan keputusanku ini?

Mata yang sedari tadi sudah tak bisa menahan terjangan ombak badai hatinya. Kini telah memecahkan tirai kaca pada bola matanya. Mengalir deras dari ujung, membentuk sebuah butiran yang telah mulai menyusuri kulit putih itu.

Kenapa rasa cinta bisa sesakit ini?

Apakah aku tak berhak mendapatkan manismu?

Menjalani hari-hariku dengan bahagia?

Apakah aku tak berhak?

Apakah aku salah mencintaimu sepenuh hati?

Memberikan semua yang aku punya...

Menjaga diriku hanya untukmu...

Merubah diriku agar bisa pantas bersanding denganmu...

Apakah aku salah melakukan hal ini?

Entah mengapa. Tangan ini mulai melihat kembali kearah tujuannya. Walau kini sudah ada genangan air di depannya. Namun, ia bertekat akan melanjutkan kalimatnya.

Aku akan menyatukanmu dengan mba Ratna...

Aku yakin kalau mba Ratna adalah jo

Macet...

Sesalnya terhenti menulis memeriksa benda kesayangannya ini.

Habis...

Lemaslah seluruh persendiannya, melihat kenyataan yang ia dapati. Ternyata Sang Maha Cinta tak mengizinkannya menyelesaikan kalimatnya. Kalimat yang telah ia renungkan begitu lama.

Yaa Alloh...

Yakinkanlah kami...

Apa yang kamu tetapkan...

Adalah yang terbaik untuk kami...


Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang