Liontin Ini (2)

97 5 0
                                    


Keputusannya untuk meninggalkan tempat ini dengan secepat mungkin, terasa menjadi pilihan terbaik. Dua hari, sudah cukup baginya untuk mencari dan menyatukan kepingan-kepingan masa lalu. Hingga sahabat dari masa lalu, yang dulu selalu menemaninya. Kini hanya mampu memanjatkan doa untuk kebaikannya.

"Mba, apa kita ngak perlu pamit?" tanyanya yang ragu dengan keputusan sepihak ini. Mereka akan meninggalkan tempat ini tanpa meninggalkan suatu apapun. Bahkan mereka tak sempat meninggalkan pesan apapun, selain secarik kertas di meja tamu itu.

"Ngak apa-apa."

Itulah percakapan singkat sebelum ia dan kakak sepupunya ini meninggalkan tempat indah ini. Tempat yang sedari dulu ia pandang sebelah mata. Ternyata menyimpan banyak cerita yang membuatnya akan kangen untuk kembali ke tempat ini.

Bahkan, dalam perjalanan yang sudah akan mencapa tujuan berikutnya. Ia masih tak berani untuk menanyakan, semua pertanyaan yang menganjal di hatinya. Seperti mengenai hajat di tempat ini, yang sepertinya telah selesai ditunaikan. Perlakuan aneh dan janggal dari pemimpin pesantren ini, yang begitu memanjakan mereka. Padahal mereka tak mengenalnya, sama seperti perkataan kakaknya itu. Apalagi tentang kejadian terakhir kemarin. Kejadian saat mereka ziarah ke makam. Perkataan santriwati tersebut, perubahan sikap sang kakak yang tiba-tiba menjadi pendiam.

Dan kembali, tidur adalah opsi yang terasa paling tepat untuk mengisi kekosongan waktunya ini. Perjalanan panjang dalam besi berjalan dengan suatu lintasan special ini. Ketika gerbong besi ini tertarik oleh mesin yang memiliki tenaga yang begitu kuat.

"Nis.. Anis.. sudah sampai," ucapnya kepada adiknya, agar segera terbanguun dari mimpinya.

Mereka pun segera turun. Beristirahat meregangkan otot mereka di kursi tunggu yang masih kosong. Melihat segala informasi terbaru dari gadget mereka.

Mengapa kita bertemu...

Bila akhirnya di pisahkan...

Mengapa kita berjumpa...

Bila akhirnya di jauhkan...

Kau bilang hatimu aku...

Nyatanya bukan untuk aku...

Aku hancur...

Ku terluka...

Namun engkaulah nafasku...

Kau cintaku...

Meski aku...

Bukan di benakmu lagi...

Dan ku beruntung...

Sempat memilikimu...

"Assalamu'alaikum," ucapnya mengakhiri nada dering berjudul sempat memiliki ini. Lagu yang serasa menjadi ungkapan hatinya. Perasaan yang takut, akan berpisah dengan lelaki yang telah menyelamatkannya dari kematian. "Aku lagi di stasiun, memesan tiket untuk pulang ke Malang," sambungnya cepat.

Di sisi lain. Audient yang berada di tempat kejadian, dapat menebak kalau telfon itu dari kekasih kakaknya ini. Namun, ada yang aneh yang di tangkap telinganya.

"Aku sudah ke rumah. Setelah ini mau ziaroh ke makam abah dan ummi," ucapnya mencari alasan. "Baik mas. Assalamu'alaikum."

Ia pun menjadi bertanya-tanya. Mengapa sepupunya ini harus bebohong kepada tunangannya? Apakah mereka sedang ada masalah? Namun, ia kembali tak bisa berkata apapun. Ia hanya yakin, suatu saat pasti wanita ini akan menjelaskan semuanya.

"Nis, kita kerumahku dulu."

Segera, mereka pun meluncur ke checkpoit berikutnya. Tapi, tempat ini ternyata bukan seperti apa yang ia temukan. Ternyata mereka malah sampai di taman belajar kanak-kanak, untuk anak yatim piatu.

"Mba, ini di mana?"

"Di rumahku."

Setelah ia mendengar cerita singkat asal-muasal tempat ini. Ia begitu takjub dengan semua tindakan kakaknya ini. Dia bisa begitu ikhlas memberikan rumahnya untuk di jadikan tempat yang bermanfaat ini.

Ketika mereka masuk. Banyak anak-anak yang sedang belajar di dalam ruangan. Anis begitu terharu dengan semangat mereka yang begitu besar, untuk meraih cita-cita dan merubah pandangan miring terhadap mereka. "Mba hebat. Bisa ngelakuin ini semua."

Tersenyum, adalah jawaban terbaik yang bisa ia berikan. Berbeda dengan adiknya ini. Ia masih begitu sibuk memfikirkan semua perkataan semua orang, yang kemarin ditemuinya. Dan semua itu akan ia buktikan kebenarannya sebentar lagi. Saat ia menemukan benda itu.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," ucap seorang ibu paruh baya yang sedang menyuapi seorang anak yang tengah menjadi guru itu.

"Bu Rita."




Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang