Pesantren Itu Apa? (10)

92 4 0
                                    


"Begitulah ceritanya rat," jelas beliau mengakhiri kisah panjang yang berliku-liku dari putri kesayangannya.

"Ulya sudah menjadi bidadari di surgaNya sana. Semoga dia selalu mendapatkan rahmatNya," sambung beliau menggenapi perkataan suaminya.

Kehilangan permata terindahnya dahulu kala. Seperti menjadi cambuk bagi abah Harun Ar-rosyid dengan ummi sayyidatur rofiah untuk menjadi lebih bijak lagi. Bijak terhadap segala hal yang dilimpahkan kepada mereka. Bukan demi mendapatkan kebahagiaan sekejap, tapi kebahagiaan hakiki di akhirat kelak.

Nuansa yang sedari tadi begitu hening nan khusyu, mendengar kisah yang begitu pilu. Kini bermetamorfosis menjadi kesedihan dan penyesalan. Terlebih bagi dirinya yang tak hanya mendapatkan cerita tersebut.

Bukti-bukti yang kini telah berkumpul di depan matanya. Terasa menjadi tombak tajam, menerkam segala persendiannya yang telah lama rapuh. Mengembalikan penyakit yang dulu pernah menguasainya. Kini mempunyai kesempatan langka, agar bisa merobohkan pertahanannya yang begitu kuat.

Foto-foto yang dihukumi berbeda dengan patung dan lukisan. Menjadi bukti abadi dari perjalanan hidupnya di tempat ini. Patung dan lukisan yang terbatasi atas bagian-bagian anggota badan yang di buat. Karena jika mereka membuat lukisan atau patung yang sempurna. Maka kelak di akhirat kelak, mereka akan disuruh meniupkan ruh kepada patung dan lukisan yang mereka buat tersebut. Oleh sebab itulah, para ulama mengharamkan mempunyai patung dan lukisan yang sempurna. Terlebih jika kedua benda tersebut dijadikan sesembahan atau dikeramatkan.

Namun, hal ini sangat berbeda dengan hukum foto. Walaupun nampak sama dengan lukisan. Pengqiyasan foto berbeda dengan lukisan yang sengaja di buat. Karena foto bermula dari lensa, yang menyerupai cermin tembus pandang. Kemudian diabadikan karena pencahayaan yang tepat. Maka menghasilkan gambar dari proses tersebut. Sehingga ulama kontemporer, menghukumi foto seperti dengan orang yang mengabadikan bayangan dirinya ketika bercermin.

Hati dan fikirannya kini menjadi bimbang tak terarah. Tak mengetahui pihak manakah yang telah berdusta kepadanya. Menutupi semua kebenaran yang seharusnya ia tahu, agar memori masa lalunya kembali.

Di satu sisi, ia begitu yakin dengan sang kekasih. Karena semua kebaikan yang dia lakukan. Sehingga tidak mungkin dia melakukan kebohongan besar seperti ini.

Di sisi yang lain. Ia juga tak bisa mengelak bukti-bukti keberadaannya di tempat ini. Mulai dari sertifikat lomba sebagai pemenang bersama si Ning dan lelaki tersebut. Atau dengan foto-foto kenangan yang masih tersimpan rapi dalam buku yang sengaja dibuat oleh kedua pengasuh ini. Album foto yang dibuat atas permintaan sang bidadari mereka yang telah tiada.

"Rat. Apa kamu sudah percaya dengan perkataanku?" ucapnya melihat perempuan yang tengah begitu bimbang, terpaku layaknya patung.

"Ratna. Jika kau yakin jodohmu itu Imam. Kejarlah dan teruslah berdoa kepadaNya. Insyaalloh, pasti ada jalan yang akan terbuka," nasehat abah Rosyid teringat kesalahannya yang begitu fatal. Menjodohkan putrinya yang jelas-jelas menyukai orang lain, selain lelaki pilihan beliau. Hingga akibatnya, penyakit yang dulu sempat tertidur, telah kembali beraksi dan merengut nyawa buah hatinya.

Hatinya yang semakin bimbang, mendapatkan serangan bertubi itu. Membuatnya berlari meninggalkan ndalem tanpa ada kata perpisahan. Seolah melarikan diri dari fakta yang ternyata berbanding terbalik dengan anggapannya.

"Ratna.." tegas Ela melihat tingkah aneh tersebut.

"Biarkan Ratna sendiri dulu. Mungkin kejadian ini terlalu berat untuk diterimanya," ucap abah Rosyid seolah mengerti apa yang dirasakan orang yang pernah mencari ilmu di tempat ini.




Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang