Pembohong Besar (7)

88 2 0
                                    


Sementara itu...

Angin muson timur yang sedari kemarin berhembus panas dari keluarganya. Angin yang membawa hawa panas dari gurun Australia, menjadikan negeri ini sebagai negeri kemarau. Sama halnya, seperti kondisi dirinya yang semakin tertekan oleh keluarga yang terasa tercoreng kehormataannya.

Sebuah kejadian yang tak diduga olehnya. Telah menorehkan tinta hitam yang takkan pernah terhapuskan oleh segala sesuatu. Bahkan, ketika ada seseorang yang ingin menutupi cacat itu, keluarganya malah menolaknya.

Namun, setelah ia berusaha sekuat tenaga. Bahkan untuk melakukannya, ia rela mengancam dirinya sendiri. Sebilah pisau yang sudah ia sarangkan di lehernya, serasa menjadi ultimatum agar hubungannya segera direstui.

Dan pada akhirnya. Angin itu kini telah berganti menghembuskan hawa dingin dari laut natuna utara, berubah menjadi musim penghujan. "Mas, akhirnya hubungan kita di restui," ujarnya bahagia.

Walaupun ia sekarang masih belum bisa menyentuh sang kekasih. Ia tak pernah mempermasalahkan itu. Karena ia juga tahu, bahwa background dari sang kekasih yang bukan dari kaum abangan. Dapat membuatnya menahan diri atas segala hasrat diri yang telah memuncak.

"Iya."

Langkah kaki mereka di salah satu pertokoan modern ini, terhenti pada sebuah toko yang menarik perhatiannya. "Mas, cincin tuangannya mau yang mana?" tanyanya yang binggung melihat deretan benda berkilau di depannya.

"Terserah. Tapi yang sederhana saja," ucapnya membatasi pilihan seseorang yang ada di sampingnya. Ia mengingatkan bahwa dirinya bukan seseorang yang suka akan kemewahan. Sehingga ia telah mengungkapkan dalam acara tunangan yang akan diadakan sepuluh hari lagi. Ia menginginkan digelar sederhana saja, antara keluarganya dan mertua.

"Mba.. tolong yang ini," ucapnya memilih cincin yang ia rasa begitu cocok dipakainya. Cincin berukiran sederhana, bermahkotakan berlian kecil. "Mas, tolong pasangin ke jari Yuli," pintanya penuh harap.

"Tapi.. aku tidak bisa.."

"Sekali ini saja mas.."

"Maaf, tapi aku benar-benar tidak bisa."

Wajahnya pun langsung berubah menjadi tak enak. Seolah ingin memberitahukan bahwa ada kekecewaan di sana. Sehingga, ia harus mencobanya sendiri. Tapi, ia sebenarnya sangat bahagia. Karena ia berhasil mendapatkan calon imam yang sangat bisa menjaga agamanya.

Aku bersyukur karena kita bisa bertemu mas...

Brukk...

"Kamu kalau jalan lihat-lihat.. punya mata ngak.." ucap seorang ibu-ibu yang terjatuh barang belanjaannya. Karena tertabrak wanita yang tengah tersungkur di depannya.

"Maaf bu.." ucap seorang wanita muda yang bergegas memberikan penyesalan atas segala kesalahannya.

Ibu itu pun membentak-bentak si wanita yang masih diam tersungkur itu. Seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya. Sesudah itu, ibu itu pun meninggalkan wanita ini dalam kesungutan amarah membara. "Awas kamu.."

Imam pun segera melihat kejadian yang berada di hadapannya itu, segera datang menghampiri. Karena tempatnya yang tidak jauh dari dirinya. Ia melihat, wanita muda itu tengah mengambil handphonenya yang terlempar cukup jauh darinya.

"Apa kamu tidak apa-apa?" ucapnya menghampiri wanita yang masih tersungkur tak bergerak sedikitpun.

­Dia Anis bukan?

Terangnya dalam hati, setelah melihat wajah yang kebingungan itu. "Apa yang kamu lakukan di tempat ini?" tanyanya perlahan, tak ingin seseorang yang ada dibelakangnya mengetahui siapakah yang sedang ditolongnya.

"Mas, apa dia tidak apa-apa?"




Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang