Aku Kuliah (1)

301 12 0
                                    


Tak terasa, perjalanannya kali kini mulai mendebarkan jantungnya yang sedari tadi berdetak begitu cepat. Rasa takut dan ingin tahu yang bercampur pekat, ingin akan kehidupan masa lalunya. Membuatnya terasa berjalan begitu pelan, walau pun dengan besi berkaki dua berkecepatan lebih dari delapan puluh kilometer per jam ini.

Kenangan yang menjadi saksi bisu atas semua kisah yang pernah ia ukir dalam goretan waktu. Nuansa yang begitu pekat dalam alam fikirnya. Ternyata mampu menumbuhkan butiran kenangan yang sulit ia temukan, semenjak ia masih berada di ruang penyembuhan itu.

"Alhamdulillah sudah sampai," ucapnya tak kala menghentikan motor ayahandanya ini. Di depan sebuah rumah klasik yang begitu terlihat keindahan seni dan adat jawanya.

Mereka pun segera turun dan melangkah mendekat ke tempat yang dulu pernah dihabiskan bersama. Melihat sang kekasih yang begitu terpukau, seperti memberikan stimulus pada tubuh yang sejatinya tengah tertatih ini. Kepingan masa lalu yang begitu indah ini, ia harapkan mampu menyembuhkan setiap memori yang tengah tertutup itu.

"Mas, aku terasa hidup kembali," ucapnya tersenyum begitu bahagia, melihat benda-benda yang serasa tak asing baginya.

Ia pun hanya bisa membalas dengan senyuman, mengungkapkan kebahagiaan yang tak bisa ia katakan dengan huruf-huruf alfabet. Segera, langkahnya ikut menemani seseorang yang melangkah mengikuti nalurinya ini. "Bapak yang merawat ini semua, beliau menyewa tenaga tetangga untuk tetap merawat rumahmu ini." Sambungnya, mengungkapkan jasa yang ia sendiri masih belum mampu melakukannya.

"Terima kasih mas."

Kembali, hanya senyum tulus ini yang mampu ia berikan. "Ini dia kamarmu," sambungnya mengalihkan perhatian sang kekasih, menunjukkan tempat privasinya.

Ruangan yang terasa begitu dekat dengannya, tak ada sekat diantara keduanya. Jemari tangan yang menyusuri berbagai benda yang memiliki ciri khas sebagai kamar seorang wanita. Membuatnya merasa tak meragukan lagi, bahwa ini adalah kamarnya sendiri. "Mas... Ratna pingin sendiri dulu," ucapnya menginginkan energinya yang tersisa dari masa lalu, mampu ia serap kembali agar bisa menuntunnya mengingat sesuatu.

Ia pun memahami keinginan kekasihnya ini. Perlahan, ia menutup pintu yang akan memisahkan mereka untuk sementara. Bukan untuk memisahkan mereka untuk selamanya.


Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang