Maafkan Aku (1)

104 2 0
                                    


Kuliah yang cukup berbeda dengan sekolah dalam hal jumlah murid dalam tiap kelasnya. Karena jumlah mahasiswa di setiap kelas paralel dan linier itu tidaklah sama. Hal itu disebabkan karena setiap mata kuliah menawarkan perbedaan atmosfir. Atmosphere yang tergantung dengan si dosen, jam pelajarannya, ataupun hal lain.

Ada kalanya satu mata kuliah itu ada lima sampai sepuluh orang. Biasanya entah karena dosennya yang tak sesuai selera mahasiswa. Ataupun dengan jam kuliah yang tidak cocok untuk mereka, seperti saat pagi-pagi buta atau malam hari.

Ada kalanya satu kelas juga memiliki mahasiswa lebih dari dua puluh orang. Biasanya ini terjadi pada pelajaran umum yang hanya mempunyai beberapa jam pelajaran saja, dalam satu minggu. Sehingga terkadang kelas pun penuh sesak dengan mahasiswa yang ingin segera lulus dari mata kuliah tersebut.

Namun, kelas yang begitu ramai ini. Ia tak merasa ada yang mampu menyuburkan nuansa hatinya yang begitu tandus. Seolah-olah ia sendirian dalam gurun yang begitu panas dan mematikan seluruh makhluk hidup. Kondisinya yang begitu rapuh ini, seperti kondisi manusia, tak kala di giring ke padang masyar oleh para malaikat. Tiada hal yang mampu menaungi mereka. Bahkan kondisi mereka yang tak berbusana, tak membuat mereka bergairah, meluapkan hawa nafsu mereka. Karena mereka terlalu memfikirkan dirinya sendiri, segala amal dan dosa yang telah mereka lakukan selama di dunia fana ini.

Pada akhirnya, pelajaran pagi menjelang siang ini pun telah mencapai garis finish. Langkah kaki yang dulu terasa dingin, di atas keramik pagi. Kini terasa menginjak bara api yang begitu panasnya, membakar seluruh benda yang hinggap di atasnya.

Matanya yang begitu kosong, menyusuri langkah kaki yang gontai. Menandakan tiada hal yang menjadi bahan fikirannya. Selain menyelesaikan masalah yang telah kuat membelenggunya.

"Imam.." teriaknya seraya menghentikan seseorang yang beranjak ke dalam masjid itu. "Aku mau bicara," sambungnya seraya berlari sebelum orang itu menghilang lagi dari hadapannya.

"Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" pungkasnya yang sudah tak bisa menebak lagi jalan fikiran lelaki ini.

Dulu, lelaki ini datang dan merusak semua kebahagiaannya. Dia mengeclaim, bahwa semua itu kebohongan dan berharap dirinya untuk sadar. Siapa yang tidak luluh, jika ia terus bersikukuh dan tak kenal lelah untuk membuatnya goyah?

Bahkan dia juga mengeklaim, bahwa dia adalah kekasihnya yang sebenarnya. Bukti kuat yang dia berikan pun juga tak masuk akal. Apakah orang yang tak pernah mengambah dunia luar, bisa tinggal di tempat sesederhana pesantren?

Puncaknya, ketika ia sendiri ingin membuktikannya dengan mata kepalanya sendiri. Ia pun segera beranjak menuju tempat yang bahkan tak pernah terlintas di benaknya untuk tinggal di sana. Dan ternyata, semua logikanya salah.

Bukti itu ternyata benar adanya. Bahwa ia tengah terkurung dalam sangkar kebohongan belaka. Sehingga, ia berani untuk bertindak nekad. Mengakhiri kisah indahnya, dan berpaling pada kekasih sejatinya.

Namun, sekarang. Apa yang ia dapatkan? Kebahagiaan?

"Aku hanya ingin kamu terlepas dari belenggu kebohogan Tofa."

"Tapi, kenapa setelah aku sadar. Kamu malah mencampakkanku?" tanyanya yang tak kuasa menahan perih hatinya. "Apa aku sudah tak berarti lagi bagimu? Setelah perjuanganmu selama ini?"

Mata tajam itu pun segera terhunus kepada mata yang tengah berkaca-kaca. "Memangnya kenapa? Besok lusa aku juga mau tunangan, seperti dirimu," ujarnya dengan nada yang menggema sampai ke langit biru.

Jantungnya terasa terhenti seketika, mendapatkan perlakuan itu. "Tapi mas.. aku sadar, jika aku mencintaimu... dan aku juga sudah membatalkan pertunanganku."

Imam pun cukup terkejut mendengar pernyataan dari suara parau ini. "Bagus..."

Tersiramlah luka hatinya ini dengan air garam, jawaban itu. "Kenapa kamu seperti ini?" tanyanya yang tak terima dengan perubahan sifat lelaki yang diidamkannya.

"Sudahlah.. jangan ganggu aku lagi.."



Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang