Pembohong Besar (1)

108 4 0
                                    


Hari yang telah ia janjikan pun tiba. Rasa tanggung jawab yang telah mulai dipikul sejak malam kelam itu. Membuat setiap detik yang telah berlalu, seperti setahun penuh.

Malam yang telah kembali menghadirkan kegelapannya. Telah menghilangkan cahaya sang surya, yang tertelan dalam pekatnya. Sehingga membuatnya harus berani menghadapi tembok kokoh yang telah menantinya. Layaknya seorang sniper yang menargetkan dirinya, dengan senapan yang diarahkan kepalanya.

Hati yang berdebar-debar tak bisa menunjukkan tensi normalnya. Melegkapi setiap langkah yang begitu berat menghadapi sang penegak kebenaran ini. Seseorang yang selalu menjadi kaki tangan aparat hukum di masyarakat.

Tak kala ia telah sampai di tempat tujuan. Kursi yang sedari tadi begitu dingin, kini semakin menunjukkan keganasannya. Terlebih dengan dirinya yang terjepit oleh tiga orang yang tengah mengintai setiap tutur katanya.

"Jadi. Kamulah yang mau melamar anakku?" tanya seorang bapak yang begitu tegasnya.

"Benar pak. Tapi ada hal yang perlu saya sampaikan."

Mendengar hal itu, wanita ini mulai menghembuskan nafas yang begitu berat. Entah kapan indranya ini akan normal kembali. Fakta yang seharusnya mereka berdua sembunyikan. Ternyata malah disampaikan tanpa rasa takut sama sekali. Dirinya begitu takut dengan kelanjutan cerita ini.

"Apa?"

Dengan membulatkan tekad. Ia pun mencoba mengumpulkan seluruh keberaniannya. "Sebenarnya putri bapak tidak perawan lagi," ucapnya yang sedikit gentar melihat lelaki yang begitu berkarisma ini.

Terkejutlah seluruh orang yang ada di sana. Semua pasang mata tertuju pada satu arah yang sama. Seorang wanita yang sedari tadi diam membisu, membeku layaknya bongkahan es kutub.

"Dan saya ingin bertanggung jawab dengan itu semua," ucapnya yakin, karena sudah tak bisa mundur lagi.

Brukk...

Satu pukulan yang dihempaskan dengan kuatnya. Membuat tubuh yang sedari tadi lunglai, jatuh tak berdaya. "Bodoh... apa yang telah kamu lakukan?" ucap seorang bapak yang telah berlatih begitu kerasnya.

"Imam..." teriaknya tak tega melihat muka seorang pangeran yang telah berani berrtanggung jawab atas kejadian yang telah menimpa dirinya. "Apa yang papa lakukan?" tanyanya melihat kelakuan seseorang yang telah terbakar amarah.

Sementara itu, ia hanya terdiam tersungkur tak bisa berbicara apa-apa. Ia jelas mengetahui segala resiko atas tindakannya. Ia tahu semua ini akan menghancurkan seluruh martabatnya.

"Pergilah... jangan pernah memperlihatkan muka busukmu itu kembali, atau kau akan ku bunuh," teriak seorang bapak yang belum mampu menerima kenyataan ini. Mengacungkan tangan yang begitu kuat, menandakan keseriusan niatnya.

Memang inilah pilihan yang telah di ambilnya. Tiada pihak yang menurutnya salah selain dirinya. Karena keteledorannya lah, hal ini bisa terjadi.

"Apa yang papa lakukan?"

"Diam...." Bentaknya kepada anak semata wayangnya ini. "Kau.. enyahlah dari sini," ucapnya keras, setelah berhasil menyeret lelaki ini ke depan pintu.

Yuli pun hanya bisa menangis memeluk ibunya. Menyesalkan segala tindakan dari ayah kandungnya ini, yang begitu arogan. Tak mau mendengarkan penjelasan lengkapnya.


Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang