Maafkan Aku (4)

80 2 0
                                    


"Mba ngak apa-apa?"

Bagaimana ia tak khawatir. Tiba-tiba ada yang mengetok pintu kamarnya dengan lemah. Setelah ia buka, ada tubuh berat yang tiba-tiba menubruknya. Sehingga ia hampir saja kehilangan keseimbangan.

Tak terasa dirinya kini ada di atas ranjangnya yang empuk. "Badanku sakit semua," jawabnya yang tak bisa menggerakkan badan yang begitu terasa tertusuk benda tajam di sekujur tulang belakangnya.

Melihat raut wajah yang begitu pucat. Ia pun segera menawarkan untuk di bawa ke rumah sakit. Tetapi, bukan jawaban iya yang ia dapat. Akhirnya, dengan rasa khawatir, ia pun mulai memijati kaki kakaknya ini. Ia berharap agar saudaranya ini jauh lebih baik. "Mba sebenarnya sakit apa?"

"Sejak kecil, aku sudah mengidap penyakit leukimia."

Ia begitu terkejut mengenai penyakit yang bersarang di tubuh yang tak sekuat yang ia kira. Ia tak bisa percaya, jika tubuh yang sehari-hari lebih kuat dibandingkan dirinya. Ternyata menyimpan bom waktu yang begitu membahayakan.

"Kata dokterku dulu. Hidupku hanya akan sampai umur tujuh belas tahun. Saat sel darah putih di tubuhku menyerap semua hemoglobin yang tersisa."

Ia pun tak kuasa membayangkan bagaimana jika ia menahan rasa sakit itu. Rasa sakit di sekujur tubuh. Melahap semua nutrisi tubuh yang telah susah payah ia masukkan ke dalam tubuhnya.

"Tapi, tuhan berkata lain. Kenyataanya aku masih hidup sampai sekarang."

"Mba.. maafkan aku."

"Sudahlah.. kamu nggak salah."

"tapi mba.."

"semua manusia pasti punya salah dan aku pun juga begitu," ucap ratna memotong perkataan anis

Anis pun berfikir mungkin ini bukan saat yang tepat untuk menceritakan segala hal yang telah menumpuk di hatinya. "Apa mas Tofa dan mas Imam tahu tentang semua ini?" tanyanya mengalihkan pembicaraan yang sebenarnya berbeda dengan apa yang difikirkannya.

Melihat ke awang-awang kamar. Ia pun mencoba merangkai kata yang tepat untuk menyampaikan jal ini kepada seseorang yang sedari tadi telah memeluknya. "Aku tidak ingin membuat mereka khawatir," jawabnya dengan senyuman penuh arti.

"Jadi mas Tofa dan mas Imam belum mengetahuinya?" tanyanya yang begitu tak mempercayai fakta tersebut. Jika kakaknya ini mampu memendam rahasia ini sendirian. Bahkan setelah kedua orang tuanya meninggal dunia.

"Tidak akan dan tak akan pernah kita beritahukan. Iya kan?" pungkasnya menoleh ke wajah yang khawatir itu, agar menyetujui jawabannya.

Ia pun hanya terdiam membisu, tak tahu mau berbicara apa.



Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang