Liontin Ini (6)

89 3 0
                                    


Kini, waktu cutinya telah habis. Sudah seminggu ini ia berpetualang ke berbagai penjuru pulau Jawa ini. Mencari pecahan memori masa lalu yang terseok-seok dimainkan oleh ombak waktu.

Tiada lagi terlintas di fikirannya. Membuktikan seluruh ucapan warga pesantren, yang seharusnya menampilkan akhlakul karimah, pemersatu segala macam perbedaan. dan dengan kejujuran yang telah melekat di hidupnya. Ia pun menceritaka alasannya mau berbohong kepada kekasihnya

Yang membuatnya semakin senang ialah kejujurannya kepada sang kekasih. Ia menceritakan semua perihal yang ia lakukan, dan ide yang digagas oleh lelaki itu. Usul agar dirinya menuju ke tempat penjara suci itu. Sang kekasih pun hanya diam, tak menyalahkan tindakannya. Dirinya sendiri menganggap semua ini adalah sebuah kekhilafannya sebagai manusia. Karena dia lebih mempercayai perkataan orang asing, dibandingkan dengan perkataan sang pujaan hati.

Tok... tok...

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Masuk saja."

Ia pun segera memasuki tempat yang sudah lama tak ia kunjungi, sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di bumi Arema. "Mas zen. Mas Tofanya kemana?" tanyanya melihat orang yang ditanyai, sedang sibuk membereskan sebuah tas dan kardus.

"Lagi keluar. Enggak bilang mau kemana," ucapnya yang tengah memasukkan segala barang yang telah dipersiapkan sedari tadi.

"Lha mas zen sendiri mau ke mana?" tanyanya sedari mendekat ke tempat tidur sang kekasih. Merebahkan diri di kasur yang tak lagi empuk itu.

Tiba-tiba matanya tergelitik untuk melihat sesuatu yang aneh.

Kotak apa ini?

Ia pun segera mengambil benda yang tergeletak di dalam lemari, di samping tempat tidur itu.

"Pulang kampung," ucapnya yang telah selesai memasukkan seluruh barang bawaannya. "Kamu mau buka itu. Kuncinya mungkin masih ada di tumpukkan baju yang paling bawah," tambahnya yang tahu akan rasa penasaran di benak wanita ini. Karena sebenarnya ia sendiri juga penasaran dengan isi kotak bertuliskan PRIVATE itu.

"Enggaklah mas. Takut mas tofanya marah."

"Cuma lihat. Ngak ngambil," godanya yang sudah siap untuk memulai perjalanannya. "Kamu tunggu saja di sini, sebentar lagi pasti Tofa kembali," ucapnya menyambar daun pintu yang terbuka sedikit itu. "Oh iya... salam buat Tofa. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Ia kini sendiri, di kamar yang tak mungkin bisa dikatakan rapi. Matanya pun masih sibuk memandang benda yang ada di pangkuannya. Alam fikirnya sedang bergulat hebat, menentukan langkah apa yang akan ia lakukan. Membuka dan mengetahui isi kotak itu, atau ia kembalikan.



Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang