Siapa Kamu (4)

122 3 0
                                    


Lantai dua...

Di mana dirinya tengah menikmati menjadi seorang yang mengenyam bangku pendidikan kembali. Setelah satu tahun ajaran, ia telah mematikan otaknya untuk mencerna berbagai subjek ilmu ini. Mesin otak yang sedari dulu telah vakum, kini ia coba gerakkan dengan api semangat yang begitu menggelora.

Pada awalnya, saraf otaknya mulai memanas, mendengarkan penjelasan dari sang dosen. Betapa tidak, ia ternyata begitu kesulitan mencerna pelajaran yang dasarnya ia lupa. Bahkan, buku yang ada di depannya ini serasa ikut mempersulitnya. Kata-kata yang tercantum, seolah membuatnya kembali seperti anak taman kanak-kanak yang mulai belajar membaca.

Baru kali inilah, ia merasa bahwa ia begitu bodoh di kelas. Tak mengerti dengan berbagai penjelasan yang telah disajikan untuknya. Sehingga langkah kaki yang telah usai menderita ini, begitu gontai menapaki jalan yang begitu putih. Satu persatu, anak tangga anak tangga itu pun dilalui olehnya. Kaki yang sedari awalnya begitu kuat, kini telah begitu berat menahan beban mental yang ia dapat.

"Mba Ratna."

Terdengarlah suara yang terasa telah di kenal olehnya. "Eh... Anis," ucapnya melihat ke arah kedatangan teman sekamarnya ini.

"Mau kemana?"

"Ke ruang jurusan tarbiyah, mau ngelengkapin berkas pendaftaaran," ucapnya menjelaskan maksud dari tujuannya ketempat itu. Di samping ia yang masih belum mengetahui tempat yang akan menjadi pusat dari keperluannya. Apabila ia ada masalah atau keperluan yang harus dihadapi, tentang perkuliahan.

"Aku tahu... aku antar ya..." pintanya yang terasa begitu gembira bisa membantu sesama. Terlebih arah yang mereka tuju juga sama.

"Kamu sih ngambil jurusan apa?"

"Syari'ah, mba. Itu di sana kelasku," jawabnya seraya menunjuk ke tempat ruang yang masih begitu lengang. Padahal sepuluh menit lagi pelajaran akan segera dimulai.

Melihat keanehan yang sangat bisa ia rasakan hawa keberadaannya. Layaknya ia masuk ke pesta yang begitu mengalir rasa kesenangan. Ia pun begitu penasaran hal apakah yang menjadikan wanita di sampingnya ini begitu bahagia. "Kelihatannya seneng banget. Bagi-bagi donk..." godanya seraya memegang tangan yang tengah terlambai ini.

"He..he... ketahuan," ucapnya malu. "Entah mengapa mba, aku ngerasa seneng banget, bisa berjumpa lagi dengannya."

"Dengannya? Siapa?"

"Teman sekelasku. Dia itu ganteng, pintar, sopan, banyak deh pokoknya."

"Kamu naksir ya?"

"Hehe.. mungkin ini ya mba, yang di namakan cinta pada pandangan pertama," ucapnya yang belum tahu akan rasa aneh yang baru kali ini ia rasakan.

"Hem... memang siapa sih laki-laki yang beruntung itu?"

"Namanya..." jawabnya yang menggantungkan perkataanya, agar membuat wanita yang tengah berjalan bersamanya ini makin penasaran.

"Siapa?"

"Ada deh.. nanti mba malah ikutan naksir," jawabnya merahasiakan lelaki yang telah memberinya rasa indah ini.

"Enggaklah... aku kan sudah punya mas Tofa," ucapnya mementalkan tuduhan yang tak mendasar itu.

Ia begitu yakin akan perasaan yang telah ia jaga seutuhnya. Rasa yang muncul akibat persemaian yang begitu istiqomah. Sehingga usaha dari lelaki itu untuk menundukkan dirinya, berhasil dengan gemilang. Karena bibit tunas yang disemai dengan sabarnya, ia terus sirami dengan ribuan liter air kasih sayang.

Maka tidak akan pernah ada alasan baginya untuk menghianati rasa itu. Terlebih dengan berbagai lelaki yang kini hadir dalam kampus ini. Serasa tak begitu penting baginya. Karena ia tahu, sebanyak apapun lelaki yang mendatanginya, hatinya akan tetap dimiliki oleh seorang lelaki bernama Ahmad Mustofa.


Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang