Namamu Ratna (8)

316 10 0
                                    


Anak-anak...

Merupakan makhluk ciptaan tuhan yang begitu unik. Mereka mempunyai cara sendiri untuk bisa menikmati dunia ini. Tiada tergoret pun rasa kekecewaan dan keberhasilan yang begitu lama terpendam. Mereka akan dengan mudah memaafkan dan menjadikan lainnya sebagai temannya. Anehnya, setiap manusia di dunia ini pasti mengalami masa itu. Tapi mengapa mereka lupa akan sifat-sifat mulia yang sudah mereka miliki?

Bahkan, mereka sendiri melakukan hal yang terburuk. Mendidik anak-anak mereka dengan cara yang begitu tidak manusiawi. Dalih mereka sangatlah basi sekali, demi kebaikan anak mereka sendiri. Hal ini sebenarnya perlu dipertanyakan, kebaikan anak mereka sendiri versi siapa? Dirimu sendiri? Dengan keterbatasanmu?

Hal aneh lain yaitu menjadikan anak-anak mereka sebagai raja. Memberikan berbagai keinginan mereka, yang terkadang tak ladzim. Dalihnya pun sama, demi kebaikan anak mereka sendiri. Pertanyaan yang sama sepertinya patut sekali untuk dipertanyakan ulang.

Sebenarnya, anak-anak itu memiliki kodrat seperti ibunya, tulang sulbi yang bengkok. Jika segala sesuatu harus dipaksan, maka sifat manusiawi sang anak akan patah. Ia akan menjadi seperti kerbau yang tercocok hidungnya, pasti akan menurut, tanpa berfikir. Sebaliknya, jika ia dibiarkan bengkok, maka ia pun akan menjadi seliar-liarnya hewan. Ia akan menuruti semua nafsunya, di atas berbagai logika akal yang tak disadarinya.

Dampak panjangnya dapat kita lihat, tak kala sang anak telah beranjak dewasa. Jika ia seperti penjahat, maka sejatinya kita yang mendidik mereka untuk melakukannya. Jika ia seperti malaikat, maka sejatinya kebaikan yang kita ajarkan, tertanam kuat dalam jiwanya. Tinggal, bagimana ia bisa mempertahankan sifat itu, tak kala masa baligh telah mereka capai.

Begitu pula dengan dirinya sekarang ini. Masa-masa yang telah lalu, harus ia ulangi demi menyusun kepingan-kepingan kenangan yang telah terkubur rapat. Mungkin ia lebih tepat dipanggil dengan sebutan anak kecil kembali. Karena ia harus mengulangi semua pelajaran kehidupan ini dari awal, agar ia bisa kembali di terima oleh lingkungan masyarakat pada umumnya.

Di sisi lain, sang lelaki yang begitu sabarnya, mengajari sang kekasih hati. Terasa tak memerlukan apapun lagi, sebagai balasan atas semua tindakannya. Kecuali rasa cinta yang ia miliki, terbalaskan dengan indah oleh sang kekasih.

"Fa, Ratna mana?"

"Ikut ibu ke pasar," jawabnya tersenyum, seraya mempersiapkan rencana selanjutnya, sebagai guru private dari sang kekasih.

Beliau pun mendekati putra tunggalnya ini, dan duduk di depan meja makan yang hanya tersedia empat kursi satu. "Kuliahmu bagaimana?" tanyanya seraya melihat si anak yang masih sibuk dengan kertas dan pulpennya.

"Aku pending dulu pa. Mau fokus ke penyembuhan Ratna dulu."

"Kalau masalah rumah sakit, bagaimana?"

"Secepatnya akanku lunasi," jawabnya mantab.

Sang ayah pun hanya manggut-manggut seraya menyeruput kopi paginya, merasakan kebanggaan tersendiri. Melihat putranya ini telah menjadi seseorang yang begitu bertanggung jawab. Dalam mendidik anak, ia memang tak pernah lagi mengekang si anak haruslah begini, begitu. Yang ia minta dari sang anak cuma satu hal, tanggung jawab dari setiap tindakan yang telah di lakukannya. Oleh karena itu, jawaban itu seperti menjadi buah manis dari setiap pendidikan karakter yang sedari dulu ia latih. "Eh, Ratna mau di bawa kerumahnya kapan?"

"Besok munkin, pak. Aku harus beres-beres rumahnya terlebih dahulu. Sekalian besok, kita ziaroh ke makam orang tuanya," jawabnya menjabarkan salah satu schadule yang telah ia buat dengan matang.

"Bagus. Kesembuhan Ratna tergantung kepadamu," ucap beliau meninggalkan tempat duduk yang telah menghangat. "Bapak berangkat dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."


Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang