Siapa Kamu (7)

115 3 0
                                    


Hari pun segera beranjak menjadi kemuning, mempersiap diri untuk segera beristirahat. Memberikan salam perpisahan melalui simbol mega merah, di ujung belahan barat bumi. warna yang begitu indahnya berpadu dengan awan yang mengikutinya dari belakang.

Sepasang kekasih ini pun ikut segera mengucapkan kata-kata perpisahan. Perpisahan yang selalu menyisakan benih rindu yang begitu tertanam subur dalam hati. Sementara itu, di sisi lain. Bangunan tempat seseorang menyantap makanan pesanannya ini pun terasa sebagai saksi bisu, saksi dari berakhirnya perjalanan cinta mereka di hari cerah ini.

Langkah kaki yang begitu riang, diiringi senyum semanis madu. Memadukan langkah bersama angin sore yang begitu dingin. Memasuki lingkungan baru yang seolajh terasa selalu tersenyum kepada dirinya.

Tok... tok... tok...

"Assalamu'alaikum," ucapnya sedari mengingat kelakuan seseorang yang belum mampu ia lepas dari ingatannya. Rasanya takkan adil, bila ia tidak menceritakannya kepada adik sepupunya ini.

"Wa'alaikumsalam."

"Nis.." ucapnya tak kala melihat sosok yang ada di depannya.

"Mba Ratna..." teriaknya histeris.

Ia pun menjadi binggung tak mengerti. Fakta yang seharusnya dirinya lah yang berteriak seperti itu. Malah kini terbalik tak menyisakan ruang untuknya. "Nis, kamu kenapa? Kesurupan?" tanyanya khawatir melihat adik sepupunya ini cengengesan sendiri.

Ia pun segera menggeret tangan kanan itu untuk segera masuk. "Mba, masih ingat ngak tentang lelaki yang aku ceritakan tadi?"

Anggukan pelanlah jawaban yang mampu ia berikan. "Memang kenapa?" ucapnya untuk menutupi hal yang telah di lupakannya sedari tadi.

Wanita muda ini pun menceritakan kejadian pagi beranjak siang tadi. Ketika kelasnya pergi praktek di ruang laboratorium komputer. Ia yang memasuki kelas dengan rombongan pertama, mendapat keuntungan untuk memilih tempat duduk yang mereka inginkan.

Entah mengapa pula, ia memilih tempat yang berada di pinggir sebelah kanan. Ada rasa dihatinya kala itu, jika terasa nyaman bila duduk di pojok sana. Dan ia pun segera memakai headset yang ada di depannya.

"Nah, sekarang dengarkanlah pidato ini... catat di bagian mana saja yang tedapat pengucapan dan ejaan yang salah," ucap dosen yang berkumis tipis itu. "Paham?"

Dan di jawab serentak oleh semua anak yang berada di ruangan itu. Menandakan bahwa tugas itu telah mereka mengerti sepenuhnya. Semua orang telah mempersiapkan alat yang di butuhkan. Memfokuskan semua indranya hanya pada satu tempat, pendengaran.

"Tapi mba, aku lupa tidak bawa pulpen."

"Terus?"

"Eh... dia ternyata duduk di sebelahku," jawabnya mengekspresikan dirinya waktu itu, kaget. "Terus dia malah memilih tidur dari pada mengerjakan tugas."

"Lho.... kok bisa?"

"Hehe.. alasan dia tidur, karena pulpennya diberikan kepadaku," jawabnya sambil menunjukkan benda yang sedari tadi diperbincangkan. Benda yang kini telah menjadi kenangan indah baginya.

"Terus anaknya gimana?"

"Ya... dihukum... tapi ketika aku mau membelanya, dia malah ngasih isyarat kepadaku, agar aku tidak usah ikut campur," jawabnya lemas. "Satu lagi mba... Kan aku ngerasa bersalah... jadi aku pengin ngasih dia makanan sebagai tanda permintaan maafku. Menurut mba, tepat ngak tindakanku?"

"Salah."

"Kok salah mba?"

"Ya seharusnya kamu bilang kalau kamu suka dia."

"Mba bisa saja," ucapnya malu, meninggalkan wanita yang tengah itu dalam dunianya sendiri.



Nadzom-nadzom Cinta Jilid 3 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang