London, Inggris.
Aura berguling kearah kiri, matanya terpejam tapi dia sudah bangun beberapa menit yang lalu. Satu menit kemudian ia berguling ke kanan, berguling lagi ke kiri. Begitu terus sampai teriakan kakaknya menggema di kamarnya. Gadis kecil berusia lima tahun itu berdecak malas.
"Aura! Udah jam tujuh loh. Ayo sarapan" Ucapan kakak keduanya tidak Aura hiraukan.
Azka dengan gemas mencubit pipi gembul adiknya dengan keras, Aura memekik pelan. Merasakan denyutan pada pipi berisinya.
"Gendong" Ucap Aura dengan nada malas, gadis kecil itu masih mengantuk.
Azka menghela nafas, fisiknya yang memang lebih besar dan lebih kuat dari adiknya mampu menggendong Aura di punggungnya menuju dapur–yang letaknya berada di lantai bawah.
"Aura, udah cuci muka?" Tanya Arka, kakak tertua yang paling memiliki sifat paling dewasa.
"Belum, Aula malas." Jawaban dari si bungsu diangguki oleh semua orang. Tidak terkejut dengan sifat malas yang dimiliki Aura.
"Yaudah, sini duduk samping mommy" Violet mendudukkan Aura di kursi sampingnya.
Zero berada di kursi tengah sebagai kepala keluarga, laki-laki itu menatap ketiga anaknya yang lahap memakan makanan mereka.
"Hari ini 'kan minggu, daddy juga gak kerja. Kalian mau liburan kemana?" Tanya Zero. Azka menoleh kearah Zero dengan pandangan berbinar. Diikuti Arka dan Aura yang juga menatap daddy mereka.
"Arka mau ke kebun binatang" Ucap si sulung, bocah lima tahun itu ingin mempelajari dan mengingat nama-nama hewan.
"Azka mau ke pantai daddy" Kali ini putra kedua Casio yang berucap. Bocah yang memiliki sifat fakboi di usia yang masih dini. Dan guru dari Azka adalah Rega–kakek kesayangannya yang sudah memberinya pelajaran bagaimana cara menarik perhatian wanita cantik.
"Kalo Aura mau kemana?" Tanya Zero, putri bungsu Casio itu menaruh sendoknya. Kemudian mendongak menatap semua keluarganya.
"Aula mau nonton film di bioskop, film One Piece yang telbalu." Suara menggemaskan itu membuat kedua kakaknya luluh begitu saja.
"Oh iya, Azka berubah pikiran dad. Azka mau lihat film One Piece aja. Penasaran juga sama film-nya"
"Iya daddy, Arka juga mau lihat"
Aura menatap kedua kakaknya dengan tatapan polos, bingung harus menanggapi bagaimana.
"Aula juga mau ke kebun binatang, habis itu ke pantai, telus yang telakhil ke bioskop." Arka dan Azka tersenyum bersamaan. Diikuti oleh Zero dan Violet.
Aura tidak bodoh jika selama ini kedua kakaknya selalu menuruti apapun yang dia inginkan. Gadis kecil itu sangat sadar, terkadang kedua kakaknya merelakan apa yang mereka suka hanya untuknya.
Usia mereka memang masih lima tahun, tapi karena kepintaran orang tua mereka yang tidak bisa disangkal. Sangat mewarisi 3A, bahkan saat usia mereka tiga tahun. Mereka sudah bisa membaca, meskipun dengan kata-kata yang belepotan.
"Anak pintar" Puji Violet sambil mengelus rambut Aura.
"Ayo sarapannya dihabisin. Azka, sayurannya dimakan!" Violet mendelik, membuat Azka dengan malas melahap sayuran berwarna hijau yang membuatnya meringis jijik itu.
"Daddy, daddy lupa ya masak ikan kepalanya gak dibuang" Arka berucap sambil menatap mata ikan dihadapannya yang seperti menatapnya tanpa kedip.
"Yang masak ikan itu mommy, maaf ya sayang. Mommy lupa, sini mommy buang" Ucap Violet dengan nada penyesalan.
"Enggak mom, gak pa-pa kok. Arka mau makan telur aja" Arka tersenyum kecil, mengambil telur mata sapi setengah matang kemudian melahapnya dengan nasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
3A
Teen FictionArka, kakak pertama di antara mereka bertiga. Tampan, cuek, pintar, sayang Aura. Azka, kakak kedua. Tampan, jahil, fucekboy, sayang Aura. Aurora, atau sering dipanggil Aura. Si bungsu kesayangan keluarga dan kakak-kakaknya. Apapun permintaannya, s...