Bab 76

122 17 5
                                    

Bayangan buram seperti kabut tipis yang menutupi penglihatan mereka.

Kulit dan tubuh dari dua insan itu saling bersentuhan menukar rasa hangat yang menjalar menjadi degupan tak beraturan.

Tempat tidur yang empuk, berderit saat mereka bergerak dan menyatu satu sama lain. Pemilik nafas berat yang menderu terus bergerak  seirama membuat tubuh seseorang dibawahnya terus mendesah.

"Aku mencintaimu, namjoon-ah" ucap Seokjin sembari menatap mata kekasihnya yang berkilauan.

Wajah Seokjin basah oleh keringat dan pipinya memerah. Namjoon tidak tahan dengan pemandangan dibawahnya, ia mengecup lembut bibir Seokjin setelah ia mencapai klimaks.

"Ini sudah sangat larut..." kata Namjoon sambil melirik jam disamping tempat tidur. Dia sedikit menjauh dan berbalik untuk mengambil bajunya, lalu segera memakainya.

Mereka sekarang sedang berada di asrama Seokjin. Sejak pagi sampai langit berubah gelap, mereka sudah menghabiskan waktu bersama. Namjoon tahu, ia tidak seharusnya bersama kekasihnya selama ini. Tetapi hari ini adalah peringatan satu tahun hubungan mereka. Bagi beberapa orang 1 tahun mungkin adalah waktu yang singkat, tapi bagi mereka itu adalah waktu yang berarti.

"Sampai jumpa" ucap Namjoon sembari memberikan ciuman perpisahan.

Namun baru ia melangkah, pintu terbuka dengan ledakan seperti kilat.

"Apa yang sedang kalian lakukan !!!"  Suara itu bagaikan petir yang menusuk hati Seokjin.

Seokjin tidak percaya yang dilihatnya sekarang, begitupula dengan Namjoon.

"Ayah !?"

Itu menjadi hari dimana Ayahnya mengetahui tentang hubungannya, rahasianya sudah terbongkar.
.
.
.
Tiba-tiba Minhyun terbangun, mata hijau abu-abunya terbuka lebar. Ia bernapas seolah semuanya baru saja terjadi. Dia menatap kearah pintu, tidak ada siapapun disana, Jaehwan bahkan masih terlelap tak terganggu.

"... Jangan lakukan itu !!!"

Suara tangisan membuat kepala Minhyun terasa berat. Nafasnya sudah menderu dengan cepat.

"Jangan pukul Namjoon ayah, kumohon... Ayah"

"Jae... Jae..." Minhyun mencoba membangunkan Jaehwan dengan memanggil namanya. Dia tidak berani mengguncang tubuh Jae, takut untuk mengejutkan kekasihnya dan nantinya bisa membuat gejala hiperventilasinya kambuh.

"Hhh ? Kak minhyun ?" Jaehwan membuka matanya perlahan, menatap Minhyun yang ketakutan, "ada apa kak ?" Jaehwan yang sudah sadar memeluk tubuh itu hangat.

"Aku bermimpi buruk Jae... Mimpi yang sangat buruk"

"Tidak apa-apa kak, itu hanya mimpi, tennaglah" Jaehwan mengelus surai itu lembut.
.
.
.
Mimpi buruk membuat sepasang kekasih itu tidak bisa tidur nyenyak, setelah jam menunjuk pukul tengah tujuh mereka memilih untuk turun dan menuju ruang makan.

Jaehwan pergi kedapur untuk membantu Daniel yang sejak tadi menyiapkan sarapan, sebenarnya Daniel hanya ingin menunjukkan keterampilan memasaknya kepada kedua orangtuanya. Ketika jam mengarah kepukul delapan, masakannya sudah siap untuk disajikan.

Pria mungil itu membantu membawakan semangkuk bubur menuju ruang makan. Namun dia berhenti melangkah ketika melihat seseorang yang belum pernah dilihatnya duduk disamping Minhyun.

Tubuhnya tinggi dan berisi, dengan rambut hitam pendek, dan kacamata tua yang setia membingkai matanya. Wajahnya terlihat dingin ketika membalikkan kertas koran yang sedang ia baca.

Perawakannya mirip sekali dengan Minhyun, jika saja Minhyun tidak cerita tentang keluarganya mungkin Jaehwan akan berpikir bahwa pria itu adalah Ayah kandung Minhyun.

"Oh, astaga kenapa tamu juga ikut menyiapkan makanan" sosok ibu itu menepuk pundak Jaehwan lembut.

"Tidak apa-apa bu, aku hanya ingin membantu"

Jaehwan sudah meletakkan mangkuk bubur diatas meja, dan duduk disamping Minhyun. Sedikit terkejut ketika ia mendengar suara kertas koran yang dilipat.

Pria pemilik rumah itu menatap anggota baru rumahnya dengan perhatian, membuat Jaehwan membungkuk, memberikan hormat dan Ayah Minhyun hanya mengangguk sebagai respon kemudian beralih menyantap sarapan dihadapannya.

"Makanlah" suara serak bass itu bersua, "setelah makan kita perlu berbicara" Pria itu menatap putra sulungnya untuk sesaat.

Setelah dia berbicara entah mengapa perasaan takut menyelusup didada Jaehwan. Rasanya ia tidak selera untuk menyantap sarapannya sama sekali.

Reincarnation of Love (MinHwan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang