Jennie's P. O. V.
Kami sampai di tepi pantai, suara ombak yang melambai-lambai membuatku merasa nyaman. Dari banyaknya stres minggu ini, hingga satu hari relaksasi bersama Lisa. Setiap kali aku merasa stres menyerangku, aku selalu memberitahu Lisa untuk membawaku ke suatu tempat agar aku bisa melihat atau mendengar suara ombak.
Saat aku berjalan, Lisa terus saja memotretku dari belakang. Dia selalu melakukan ini setiap kali kami berkencan, agar dia bisa melihatnya saat dia merasa sedih dan kesepian, dramatis sekali bukan?
"Bisakah kau berhenti memotretku dan berjalan bersama?" Aku mendesis sambil berbalik, kilatan dari kamera nya mengenai mataku, membuatku kaget.
"Bidikan yang bagus," Dia tertawa dan menatapku, "Satu pose saja, maka aku akan berhenti memotret."
Aku memutar mataku kemudian berpose seperti model. Dia segera memotretku, lalu menaruh kamera itu di lehernya.
"Pegang tanganku." Ujarnya
Aku meraih tangannya dan megunci jari-jari kami. Lisa kemudian menggulung kemeja nya dan melepas sepatunya.
"Kau akan berjalan dengan high heels mu? Sudah kubilang jangan pakai itu. Aku takut kau mungkin hilang keseimbangan dan terjatuh." Ujarnya khawatir.
Lisa berlutut dan melepaskan sepatuku, menatapku dengan senyuman lebar diwajahnya. Entahlah, namun melihat dia tersenyum seperti ini,aku merasa berada dirumah.. aku merasa aman dan nyaman.
"Kenapa tersenyum?" aku bertanya.
"Tak apa. Aku hanya menyukai kakimu, kecil sekali." Lisa terkekeh lalu berdiri. Dia memegang sepatuku dan sepatunya sambil berjalan.
Ada beberapa pasangan yang terlihat di pelabuhan,tapi kami memutuskan untuk berjalan-jalan di pantai. Aku mengayunkan tangan dan merasakan hempasan angin, rambut kami menari seirama.
"Tadi malam kau bilang, kau akan pergi ke suatu tempat bersama temanmu?" Tanyaku.
Dia menatapku dan mengangguk, "Ya, kau akan pergi denganku, kan?"
"Aku tak bisa, ada ujian besok. Kau tak ingat?
"Ah! aku lupa! maaf," Dia tertawa kemudian memelukku, "aku tahu kau akan menjadi mahasiswa teratas lagi."
"Aaaah! Hentikan, kau akan membuatku tertekan. Aku bisa merasakan kecemasan memakanku lagi! Aish Lisa!" Aku merengek dan memukul bahunya, dia tahu aku membenci itu. Aku sangat tak suka diberi semangat setiap kali akan melakukan sesuatu.
"Baiklah baiklah! Aku akan berhenti, kau menggemaskan sekali," Lisa terkekeh, kami menatap kebawah untuk melihat air asin jernih menyentuh jari-jari kami. "Besok, kudengar akan ada pasien dari rumah akit lain yang dipindahkan ke rumah sakit kami. Dan mungkin, aku akan terlibat. Anak itu memiliki tumor otak dan kami harus mengangkatnya sebelum terlambat."
Mataku terbelalak, tumor otak? Woah, itu sangat susah. Maksudku, sudah jelas akan ada operasi, dan ini masih anak-anak.
"Benarkah? woah. kau bersama siapa?"
"Aku hanya bersama Jisoo unie atau Dr.Park," balasnya kemudian mengedipkan matanya, "Aku gugup setiap kali memikirkannya. Aku masih baru."
"Tapi kau bisa melakukannya. Bukan masalah sudah berapa lama pengalamanmu, tapi bagaimana keinginan dan passion pada karirmu. Ingat lah, apapun yang terjadi, kau masih ahli bedah nomor satu ku. Semua yang terjadi didalam rumah sakit harus ditinggalkan disana,entah baik atau buruk. Mengerti?" Aku menasehatinya sambil menangkup pipinya.
Dia tidak bisa mengatasi terlalu banyak stres. Setiap kali dia melakukan kesalahan, dia akan bertindak seperti dia tidak pernah melakukan yang benar. Itu sebabnya aku takut dengan satu kegagalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST (ID) -JENLISA ✔️
Fanfiction"Apakah kau masih milikku?" Dia bertanya "Maafkan aku, tapi aku tidak bahagia lagi" jawabnya dan pergi. Gadis itu telah ditinggalkan dan menangis di bawah guyuran hujan, gemuruh seolah-olah menyesuaikan diri dengan emosi gadis itu. Lisa Manoban, seo...