Chapter 84

23K 1K 237
                                    

Jisoo Pov

Pagi sudah kembali menghampiri, sulit untuk mengatakannya namun ini adalah hari terakhirku di Korea. Chaeyoung dan aku berbicara dari hati ke hati tadi maam, dia menangis karena tidak bisa membayangkan bahwa kami harus menjalani hubungan jarak jauh. Aku membuat dia mengerti bahwa dua tahun bukanlah waktu yang lama, itu bagaikan kilat yang tidak akan disadari. Meskipun aku tidak ingin pergi namun aku harus, ini untuk mimpi kami.

Saat terbangun pagi ini aku mendengar suara penggorengan dari dapur, istriku sedang memasak. Saat bangkit dari tempat tidur, aku melihat barang-barangku di sudut ruangan. Aku akan sangat merindukan tempat ini, semua ini membuatku merasa sedih tapi untungnya aku masih memiliki Lisa denganku disana, mungkin ini adalah awal yang baru untuk kami.

"Whoa harum sekali!" Ujarku begitu membuka pintu, aku mendengar bagaimana Chaeyoung tertawa ringan. Aku meregangkan lenganku sebelum melangkah menuju dapur. "Kau memasak banyak sekali," Kataku.

"Kau harus makan sebelum pergi. Aku tahu kau membenci makanan dipesawat," Chaeyoung menata kimchi di atas piring. "Penerbanganmu jam berapa?" Tanyanya.

Aku melirik jam digital, masih ada banyak waktu untuk bertemu dengan Jennie.

"Kau lupa?" Tanyaku.

Chaeyoung meletakkan penggorengan ke dalam wastafel kemudia menatapku dan memutar matanya. "Kau bilang padaku kau harus berada di rumahsakit sekitar pukul empat karena ada rapat. Tapi kau tidak mengatakan waktu penerbanganmu," Ucapnya.

Aku hanya tertawa sembari menarik kursi untuknya. "Duduklah dulu," Ujarku, Chaeyoung berjalan perlahan kemudian duduk diatas kursi.

Aku juga duduk didepannya kemudian mengambilkan makanan untuknya. "Kami akan berangkat pukul 6:10 sore. Tidak usah mengantar kami ke bandara, hm? Aku tidak mau melihatmu menangis." Kataku, Chaeyoung hanya menanggapi dengan senyuman lemah. Matanya masih bengkak, kurasa dia tidak tidur.

"Biarkan aku mengantarmu, itu terakhir kali aku bisa melihatmu. Aku akan sedih jika tidak melakukannya." Dia menghela napas.

Aku meletakkan piring setelah mengambil makanan untuk diriku sendiri, kemudian menyentuh hidung Chaeyoung. "Baiklah, jika istriku maunya begitu." Aku tertawa kemudian mulai makan.

Aku bersyukur karena belum memiliki anak dengan Chaeyoung, karena pasti akan sulit sekali untuk terpisah. Dengan hanya membayangkan bagaimana aku tak bisa melihat bayi kami tumbuh selama dua tahun, hatiku hancur berkeping-keping. Itulah kenapa aku memutuskan untuk menundanya sampai kembali dua tahun lagi.

"Jadi kau akan menemui Jennie unnie?" Tanya Chaeyoung.

Mulutku berhenti mengunyah, kepalaku mengangguk pasti. "Ya.. aku ingin meninggalkan masalalu sebelum memulai awal yang baru di Eropa. Aku ingin meminta maaf meskipun sudah terlambat, kami akan bertemu pukul 1." Jawabku.

Chaeyoung menganggukkan kepalanya kemudian meminum air digelasnya. "Kalau begitu aku akan pergi ke rumahsakit sekitar pukul 4 sore? Kalau-kalau kau membutuhkan waktu untuk bicara dengannya." Ujarnya.

"Tentu. Akan sangat canggung jika kau mendengar penjelasanku," balasku sambil terkekeh.

Kami menikmati sarapan terakhir kami bersama dan menonton film di ruang tamu. Membicarakan beberapa hal untuk masa depan dan tentu saja tangisan tidak akan meninggakan pembicaraan kami, aku juga mengatakan bahwa Chaeyoung harus tinggal di rumah orangtuanya untuk sementara waktu. Aku tidak ingin bekerja di Eropa namun pikiranku masih di Korea karena Chaeyoung.

Setelah makan siang, aku mandi dan bersiap-siap untuk bertemu dengan Jennie. Dia mengirim pesan dan mengatakan aku bisa pergi ke taman didekat kantornya karena dia ada pekerjaan sore ini.

LOST (ID) -JENLISA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang