"Kenapa kau tak bilang padaku kau akan kemari?? Kau naik apa?? Kan bisa telpon aku.. Kenapa tiba-tiba kema--"
"Untuk apa?? Agar kau bisa memiliki waktu berdua dengannya?? Jadi dia?? Dia sekretaris mu?? Apa liptint itu milik dia?? Apa noda itu juga?? Dan bagaimana dengan aroma parfum itu?? Apa itu semua miliknya??", habis sudah. Ternyata selama ini Eunha tidak bisa melupakan kejadian itu. Terlalu membekas untuknya.
"Eu-eunha a-aku--"
"Jawab aku tuan park!!!"
"Eung.. Mi-mianhae", lega sebenarnya jika eunha mendengar kejujuran jimin, tapi sakit.
"Jika kau menginginkannya, ceraikan aku", mendengar perkataan itu, jimin langsung memeluknya. Tidak percaya yang diucapkan eunha. Dia juga tak bisa menceraikan eunha, jimin menyayanginya
"Tidak!! Aku tidak akan menceraikanmu!! Tidak akan!! Percaya padaku, aku tidak menyukainya, aku menyukaimu. Kumohon percayalah", perkataan Jimin tidak digubris Eunha. Dia melepas pelukan jimin dan berjalan keluar.
"Aku ingin pulang"
***
Eunha sudah dirumah. Perasaannya kosong. Tatapannya juga. Dia sedang memasak untuk Jimin, walaupun mereka bertengkar, eunha tidak akan membiarkan jimin tidak makan. Selesai dari memasak. Dia berniat mandi, setelah itu tidur. Lelah rasanya tubuh ini. Banyak sekali kejadian yang terjadi akhir-akhir ini. Dia capek
Disisi lain..
Jimin sedang beberes untuk pulang, gerakan dia sangat cepat. Membuka pintu dan berlari-lari di lorong untuk sampai ke lift, lalu menuju tempat parkir. Melajukan mobilnya cepat, agar cepat sampai rumah.
Tiit.. Tiit.. Tiit..
Piip..Langkah jimin terhenti saat melihat eunha tertidur disofa. Padahal ini masih sore, tapi sepertinya Eunha sangat lelah. Mengulabg ingatan beberapa menit yang lalu membuat jimin menyesal dan sakut hati. Dia datang hanya ingin membawakan bekal jimin yang tertinggal. Eunha tidak pernah absen memberikan bekal untuk jimin, tak peduli jika dia malu
"Eunha...", menggoyangkan tubuhnya, dia berusaha membangunkan eunha. Eunha membuka sedikit matanya, dia mengintip. Lalu menutupnya lagi dan ditimpah dengan tangannya
"Pergilah.. Sudah kusiapkan makanmu", eunha mengusirnya. Jimin yang mendengar itu langsung melihat dapur dari tempatnya sekarang. Benar saja, dia menyiapkan makan untuknya.
"Ka-kau sudah makan? Tidak ingin makan bersama?", dia sangat merasa bersalah. Eunha membalikkan badannya. Tidak ada jawaban
"Mianhae", ucapan itu keluar dari mulut jimin, lemnut sekali. Eunha langsung membuka matanya. Matanya memanas, dia menangis, tapi mencoba untuk tidak didengar oleh jimin. Dia menutup mulutnya. Jimin memeluknya dari belakang.
"Pergi", lagi-lagi kata itu keluar dari mulut eunha. Tapi jimin tetap tidak meninggalkannya
"Ayo makan.. Jika kau sudah makan, setidaknya temani aku makan, aku tidak akan makan sendirian", eunha sebenarnya sangat ingin menemaninya. Tapi setan apa yang berkata padanya jangan. Tapi mungkin setan itu tak bertahan lama, karena permintaan jimin yang sedaritadi terus menerus meminta ditemani. Membuat eunha semakin kesal
"Palli! Aku akan temani", dia berdiri. Mereka langsung berjalan ke ruang makan. Jimin mengamati eunha. Dia membawa kompresan
"Kenapa ada kompresan?? Kau sakit?? Kau memang sudah makan??", khawatir mulai melanda jimin. Pasalnya muka eunha juga bengkak, entah karena dia menangis atau memang dia sakit.
"Cepatlah!! Aku sudah tak tahan!! Aku ingin tidur", jimin benar-benar mengesalkan hari ini menurutnya. Dia sedang kedatangan bulan. Sudah cukup dia melihat kejadian tadi siang. Jangan membuatnya semakin kesal
…
Selesai makan, mereka langsung berpencar. Jimin kekamar untuk mandi dan eunha tetap didapur. Dia yang akan menyucikan piring suaminya itu. Padahal jimin menawarkannya tadi, tapi dia menolak.
"Ah!! Perutku.."
Sakit sekali rasanya, seperti ditusuk beribu-ribu pisau. Karena ini hari pertama, jadi memang seperti itu awalnya.
Jimin turun dari kamar untuk melihat eunha. Dilihatnya dia tak ada diruang keluarga. Dia beralih kedapur
Tidak ada juga. Tapi dia mendapati suara tangisan didekat wastafel. Dia langsung berlari kesana. Dan apa yang didapatinya? Eunha sedang terduduk disana dan menangis sambil memegangi perutnya
"Sayang?! Ada apa?? Kenapa?? Apa yang sakit??", jimin melihatnya. Eunha tidak berhenti menangis
"Jim.. Hiks.. Perutku.. Huwaaa!!! Hiks.. Hiks.."
"Ada apa sayang?? Perutmu sakit?? Ayo sini sini", jimin mengangkat eunha yang terduduk dilantai dapur. Memebawany kekamar dan menyandarkannya di dashboard ranjang. Eunha tidak berhenti menangis
"Hiks.. Hiks.. Cepatlah", jimin mengambil minyak angin untuk diolesi ke perut eunha. Eunha sedikit diam. Tapi senggukan dia masih ada. Sepertinya minyak anginnya bereaksi
"Sudah tidak sakit, hm??"
"Em.."
"Ada apa dengan perutmu, hm?? Kau sudah makan kan??", pertanyaan jimin tidak dijawab oleh eunha. Dia hanya memandang langit yang terlihat dari jendela. Jimin melihat eunha, air matanya masih ada sedikit dipipi. Dia menyekanya.
"Aku kedatangan tamu", jimin melihatnya dan dia tau sekarang maksud eunha
"Arraseo, tidurlah", jimin beranjak dari kasurnya ke meja yang tak jauh dari ranjang itu. Meletakkan minyak angin lalu ikut tidur juga.
"Ji-jim.."
"Wae, chagi?? Kau mau sesuatu??", jimin mendekatinya. Melihat muka eunha, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu. Tapi dia terlihat malu untuk mengungkapkannya
"Ada apa??", tanyanya sekali lagi. Dengan keberanian yang teramat sangat. Eunha merentangkan tangannya. Jimin langsung tertawa melihat tingkah Eunha. Mau dipeluk ternyata
"Kemarilah..", langsung mendatangi eunha dan memeluknya. Sekarang eunha benar-benar sudah terobsesi dengan tubuh jimin. Dia hangat dan nyaman untuk dipeluk. Itulah alasan eunha suka memeluknya.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Be Your Partner
RomanceApa yang terlintas dipikiran kalian ketika mendengar kata JODOH?