Raden melangkah masuk ke dalam pabrik miliknya. Ia mengunjungi pabrik pengolahan teh.
Raden mengedarkan pandangannya, sempat berpapasan dengan beberapa karyawan pabrik yang menyapanya dengan ramah. Raden membalas mereka dengan ramah pula, sembari sesekali memberitahu untuk mengerjakan pekerjaan mereka dengan semangat dan benar. Raden juga sempat memberi arahan pada karyawan pabrik baru, bagaimana memproses daun teh dari awal hingga akhir, agar mendapatkan teh dengan kualitas terbaik.
"Pak Raden!"
Raden melihat Razi--asistennya kini berjalan ke arahnya.
"Iya, Razi?", tanyanya.
"Pak Munaf beserta beberapa rekan bisnis Bapak sudah ada di depan pabrik." Razi memberitahu.
Wajah Raden terkejut. "Kenapa mereka bisa sampai kemari? Bukannya saya sudah memberitahumu, jika kami akan bertemu di restoran saja?"
Razi meringis pelan, merasa telah melakukan kesalahan. "Maafkan saya, Pak. Tapi Pak Munaf memang berencana menemui Bapak disini, saya tidak punya kuasa untuk melarang, Pak."
Raden terdiam. Ia mengangguk paham. "Terima kasih informasinya, Razi."
"Iya, Pak. Mari," kata Razi mempersilakan Raden berjalan lebih dulu. Barulah Razi berjalan dibelakangnya.
Raden bersama Razi melangkah keluar dari pabrik. Senyum tipis Raden terlihat kala sosok Pak Munaf beserta beberapa rekan bisnis lainnya sudah ada disana.
"Selamat pagi, Pak Raden," kata Pak Munaf berjalan mendekati Raden. Keduanya saling berjabat tangan kini.
"Pagi, Pak Munaf. Bagaimana kabarnya?"
"Baik. Oh iya, mohon maaf sebelumnya karena kami langsung datang kemari tanpa mengonfirmasi kepada Pak Raden sebelumnya." Pak Munaf berujar dengan wajah tenang, walau sebenarnya ia sendiri merasa tidak enak hati karena melakukan hal tersebut.
"Tidak masalah, Pak Munaf."
Pak Munaf nampak lebih lega saat mendengar penuturan Raden. "Saya juga ingin memperkenalkan seseorang kepada Pak Raden, yang sekiranya jika Bapak berkenan, dia ikut dalam kerja sama produk olahan daun teh dan coklat yang kita rencanakan."
Wajah Raden menunjukkan ekspresi tertarik kala mendengar penuturan Pak Munaf. "Oh, iya? Kalau boleh saya tahu, siapa orangnya?"
"Tunggu sebentar, Pak. Asisten saya masih menghubunginya."
Kepala Raden mengangguk paham. Ia merasa senang jika banyak pihak dan juga pengusaha besar yang menawarkan kerja sama untuk produk olahan yang dihasilkan pabrik milik Raden.
Sedikit informasi, Raden sendiri sudah berhasil memasarkan aneka produk dari pabrik yang didirikannya beberapa tahun lalu. Ada yang bahkan sudah merambah masuk pasar internasional, permintaan ekspor produknya bisa dibilang tinggi, dan peminat produk keluaran pabriknya cukup banyak. Dalam sebulan, Raden bisa memperoleh keuntungan dalam nominal ratusan juta rupiah.
Sebuah mobil mewah berwarna hitam terparkir di lokasi yang tak begitu jauh dari pabrik.
"Itu dia orangnya, Pak Raden," kata Pak Munaf mengarahkan pandangannya pada seseorang yang baru saja keluar dari mobil mewah berwarna hitam itu.
Raden berusaha memastikan kembali penglihatannya. Yang ia lihat, yang baru saja keluar dari mobil itu adalah seorang pria dengan setelan mas yang sangat rapih.
Hingga perlahan orang yang dimaksud Pak Munaf itu mendekat, Raden langsung dibuat tercekat.
Jadi dia orang yang dimaksud tadi?
"Selamat pagi," katanya dengan ramah. Pandangannya mengedar, dan akhirnya terhenti tepat pada sosok Raden yang seolah tidak nyaman dengan kehadirannya. Semula ia ikut terkejut mendapati kehadiran Raden, ia pun tak pernah menyangka akan kembali dipertemukan dengan Raden setelah sekian lama mereka tidak bertemu. Apalagi setelah kejadian dimana ia harus ditolak karena bersaing dengan Raden.

KAMU SEDANG MEMBACA
Twolove
RomanceTentang Ayana. Dengan segala kebodohan, ketidaktegasan, dan ketidakberdayaannya. Menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua, karena takut anak perempuan mereka akan tetap perawan di usia tua sudah bukan hal yang mencengangkan lagi. Ayana Gayatri...